Cerita Kota

Aming Satu, Satu Aming #AmingTheSeries

05 Maret 2023

226 views

Kontributor :
Gema Mahardika
@gemmahardhika
Kontributor :
Gema Mahardika
@gemmahardhika

Episode 1 #AmingTheSeries
Aming, begitulah Limin Wong dipanggil sejak kecil. Masa kanak-kanak dihabiskannya di Jalan Haji Abbas, Pontianak Selatan. Nama panggilan anak dari pasangan Ng A Thien dan Thang Pwe Leng ini sekarang sudah tersebar hampir di berbagai kota di Indonesia, lengkap dengan logo sketsa hitam putih dirinya saat menuang kopi.
Dari 25 titik itu—termasuk yang terbaru di Tanjung Duren Jakarta dan Jalan Jendral Sudirman Singkawang—apabila ditarik kembali beberapa tahun silam, maka kita akan menemukan ruang sederhana berukuran lima kali lima meter. Kedai kecil awal mula dikenalnya satu rasa kopi yang sama hari ini.
Mewarisi usaha bubuk kopi yang dimulai tahun 1970, Aming tidak serta-merta memanen hasilnya. Segalanya dipupuknya dari bawah, terutama ketika sang ayah mangkat di tahun 1995. Sebagai anak laki-laki pertama, ia mencoba ambil alih tongkat cita-cita sang ayah. Dan sebagaimana setiap proses—naik dan turunnya bisnis, pun dilalui Aming.
“Warung kopi waktu itu masih sepi, kami pikir tidak mungkin bisa maju dan sulit bersaing dengan usaha lain,” tuturnya di depan kedai Aming Coffee Jalan Haji Abbas, tak lama ini.
Saat itu tahun 2002, dia kuliah di Universitas Widya Dharma. Tak patah arang, agar tetap bertahan saat merintis, Aming menguras pikirannya meski sambil melanjutkan pendidikan strata satu. Beberapa bidang usaha lain sempat dicicipinya, mulai dari toko mobil Tamiya sampai bermain saham. Pernah juga memasarkan karet, hingga pekerjaan terakhir menjadi seorang karyawan di salah satu perusahaan leasing.
Pantang untuk tutup walau sepi, empat tahun berselang, tepatnya tahun 2006, Aming Coffee keluar dari balutan kepompong. Ruangan diperluas, kapasitas ditambah. Mula-mulanya hanya sayap kanan dari luas sekarang, yang memang ruko milik ayahnya. Menyusul bagian tengah dan kiri yang jadi tempat penyajian kopi saat ini. Kupu-Kupu berlumur kafein telah matang dan mendesak untuk bermain di intuisi lidah-lidah orang Pontianak.
“Dari semuanya tidak berhasil, akhirnya kami putuskan untuk mengembangkan usaha kopi,” sambung Aming berkisah.
Setelah lebih dari 50 tahun, menjaga rasa adalah tantangan selanjutnya.




Top