Cerita Kota

Sapir dan Pelantun Suara Agung

11 Mei 2023

216 views

Kontributor :
M. Arief Novrianto
@m.arief.n
Kontributor :
M. Arief Novrianto
@m.arief.n

CERITA KOTA - Jemari kecil berlenggak di atas senar guzheng, kecapi khas Tionghoa. Petikan syahdu nan memukau dari para penjaga warisan ribuan tahun yang lalu itu menenangkan telinga, memenangkan jiwa. Para sapir muda yang tidak terpengaruh sihir musik modern. Merekalah Kelompok Musik Tradisional Tionghoa dari Yayasan Kuning Agung.

Yayasan Kuning Agung berlokasi di depan Pelabuhan Senghie, Pontianak Selatan. Dari tahun 1947, arsitektur bangunannya tidak banyak berubah. Masih orisinal. Didominasi kayu dan merawat budaya leluhur; alunan musik tradisional.

Budaya Tionghoa kaya alat musik tradisional. Sebagian besar dimiliki kelompok dari Yayasan Kuning Agung. Ada alat musik petik guzheng, erhu yang merupakan alat musik gesek, alat musik pukul bernama yangqin, pipa yang seperti gitar, dan alat musik tiup yang disebut dizi. Kekayaan budaya itu dilestarikan 40 orang pemain kelompok musik tradisional Yayasan Kuning Agung.

“Rentang usianya (pemain musik) dari umur empat tahun hingga ke dewasa dan siapapun bisa belajar di sini,” ungkap Edi Chandra, atau yang biasa akrab dipanggil Pak Aan, Koordinator Musik Tradisional Yayasan Kuning Agung.

Di usia dini, semangat menjadi penentu paling besar untuk bisa bermain alat musik tradisional. Menurut Lingling–pelatih kelompok musik–dalam hitungan bulan atau beberapa kali pertemuan sudah cukup bagi pemula untuk dapat bermain dengan lancar, terlepas dari usia.

“Tapi kalau minatnya kurang itu bisa bertahun-tahun,” Lingling melanjutkan.

Sejarah mencatat, dulunya alat-alat ini dimainkan untuk menghormati orang yang meninggal. Setiap ada masyarakat Tionghoa yang mangkat, mereka akan mendatangi rumah duka dan bermain musik, sebagai bentuk penghormatan.

“Dulu musik ini digunakan untuk musik duka. Awalnya dahulu, ada salah satu pemain musik ini yang meninggal, jadi mereka datang dan memainkan alat musik ini,” terang Lingling.

Namun belakangan, panggung musik Tionghoa meluas. Tak hanya saat duka, namun juga suka cita. Kelompok Musik Tradisional Yayasan Kuning Agung sendiri sudah bermain di berbagai kegiatan seperti acara pemerintahan, pernikahan dan pagelaran budaya. Musik pada akhirnya adalah bahasa bersama.

 

FOTO: PONTINESIA/RIZKY PANGESTU




Top