Nasib Angkot di Pontianak, Hidup Segan Mati Tak Mau
12 Agustus 2015
 Gambar : skyscrapercity.com
Pada tahun 1990-an memang belum banyak warga mengoleksi kendaraan pribadi. Hanya mereka yang berduit saja yang punya kendaraan itu. Seperti sepeda motor dan mobil.
Sisanya, sepeda masih menjadi transportasi andalan warga kelas ke bawa. Begitu ada keperluan dan harus terpenuhi. Misalnya perjalanan jauh. Dari rumah menuju pusat kota, tidak ada pilihan selain menumpang kendaraan jenis ini.
Dinas Perhubungan Pontianak mencatat pada waktu itu lebih dari 30 rute trayek yang dilalui para supir oplet untuk mengangkut penumpang. Diantaranya rute Terminal Kapuas Indah - Terminal Batulayang - Sui Raya Dalam - KWH Hasyim - Jl Merdeka - RSUD Soedarso - Nipah Kuning dan lainnya.
 Gambar : skyscrapercity.com
Sayang. Derasnya permintaan penumpang yang mengandalkan transportasi ini tidak dibarengi dengan peningkatan pelayanan dari angkutan jenis ini. Tidak ada penambahan
armada yang cukup untuk melayani seluruh penumpang setiap harinya. Para siswa, buruh dan pegawai terpaksa harus rela menunggu berlama- lama, oplet yang dituju melintas di hadapannya.
Puncaknya, pada 2000, pemerintah daerah mulai gencar melakukan pembangunan infrastruktur. Jalan yang dulunya sempit disulap menjadi lebar. Semula masih kondisi tanah, kini sudah beralih menjadi aspal. Hal ini berefek pada masuknya produk kendaraan merek luar yang lebih banyak menawarkan keuntungan dari sisi kenyamanan dan kecepatan.
Kendaraan roda dua merek Honda, Yamaha, Suzuki dan lainnya laris dipasarkan.
 Gambar : skyscrapercity.com
Data angkutan dalam kota Pontianak 2009-2011, jumlah armada opelet yang aktif berjumlah 92 armada, sementara tidak aktif berjumlah 291 armada. Pada priode Januari 2013
lebih parah lagi. Armada oplet yang aktif 72 armada dan yang tidak aktif 218 armada. Dari sisa armada inilah, para supir tak ada pilihan. Selain melayani penumpang
tradisional. Seperti para ibu rumah tangga, lansia dan lainnya, yang kebetulan tidak ada sanak-keluarga yang bersedia mengantar dengan kendaraan sendiri, terpaksa
menggunakan angkutan opelet.
 Gambar : skyscrapercity.com
Situasi itu pun akhirnya menjadi pelik. Menyusutnya jumlah armada angkutan dan penumpang, menyebabkan rumah bagi para supir oplet banyak yang tutup. Seperti di
Terminal Pal III. Di tempat itu dulunya banyak warga sekitar mengandalkan terminal ini untuk bepergian ke Sungai Jawi, sekarang sudah tidak lagi beroperasi. Situasi
yang sama juga terjadi di terminal Jalan Tanjung Raya II dan Soedarso, kini sudah menjadi lahan pengusaha penampung barang bekas. Mirisnya lagi, di terminal Nipah
Kuning, yang dulunya beroperasi 24 jam, sekarang telah beralih fungsi menjadi pasar tradisional.
 Gambar : skyscrapercity.com
Nah bagi kalian yang tahu tentang warna dan jurusan angkot tersebut atau pernah punya pengalaman naik angkot di Kota Pontianak ini silahkan berbagi informasinya
disini. Selain berbagi pengalaman, bisa juga memberikan informasi tentang salah satu moda transportasi yang seolah "hidup segan mati tak mau" di Kota Pontianak ini.
Sumber Berita: www.kalbarsatu.com
|
|