Cerita Kota

Melihat Daya Tarik Desa Wisata Batu Lintang Sungai Utik, Juara ADWI 2024 dari Kapuas Hulu

18 November 2024

263 views

Kontributor :
Local Creators
@localcreators.id
Kontributor :
Local Creators
@localcreators.id

CERITA KOTA | Desa Wisata Batu Lintang Sungai Utik, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat mendapat juara I kategori Daya Tarik Desa Wisata pada ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia 2024. Pengumuman itu dilangsungkan di Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Minggu (17/11/2024) malam.

Desa Wisata Batu Lintang Sungai Utik dihuni oleh masyarakat Dayak Iban yang terkenal dengan kearifan lokal dan semangat menjaga alam. Desa ini adalah destinasi unik yang memadukan tradisi leluhur, keindahan alam, dan petualangan yang berkesan.

Jika berangkat dari Kota Pontianak, Kawan Pontinesia dapat menempuh perjalanan darat ke Putussibau, Kapuas Hulu yang berjarak sekitar 588 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 8,5 jam menggunakan kendaraan pribadi atau bus.

Ada pula alternatif lain, menggunakan penerbangan dari Bandara Supadio Pontianak ke Bandara Pangsuma Putussibau, dengan durasi sekitar 1 jam 35 menit.

Setibanya di Putussibau, perjalanan dilanjutkan menuju Desa Batu Lintang Sungai Utik yang berjarak sekitar 75 kilometer dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 1,5 jam melalui jalan aspal. Akses ke desa ini cukup baik, memungkinkan wisatawan menikmati perjalanan yang nyaman sambil menikmati pemandangan alam Kalimantan yang memukau.

Merujuk ke website Jaringan Desa Wisata, Desa Wisata Batu Lintang Sungai Utik menawarkan pengalaman yang memadukan keindahan alam, kekayaan budaya, dan inspirasi dari perjuangan menjaga lingkungan.

Rumah panjang yang megah, hutan yang rimbun, sungai yang jernih, dan tradisi yang masih hidup adalah daya tarik luar biasa yang membuat desa ini layak untuk dikunjungi.

Berikut hal-hal yang akan membuat Kawan Pontinesia takjub, bila menjejakkan kaki di Desa Wisata Batu Lintang Sungai Utik.

Keajaiban Rumah Panjae

Di Sungai Utik, perhatian langsung tertuju pada Rumah Panjae, rumah panjang tradisional yang memancarkan aura sejarah dan kebersamaan. Rumah sepanjang 170 meter ini menjadi simbol kehidupan komunal masyarakat Dayak Iban. Dibangun pada tahun 1971 melalui gotong-royong, Rumah Panjae menjadi pusat kehidupan adat, mulai dari kegiatan sehari-hari hingga ritual sakral yang sarat makna.

Rumah Panjae bukan sekadar tempat tinggal. Bangunan panggung ini dirancang untuk melindungi penghuni dari ancaman binatang liar, sementara desainnya yang memanjang melambangkan kebersatuan masyarakat.

Setiap bagian dari rumah ini menyimpan filosofi yang mendalam, termasuk larangan memperluas rumah ke arah hilir sungai, yang dianggap sebagai dasar dari pohon kehidupan mereka.

Hutan Adat yang Terjaga dan Sungai yang Jernih

Salah satu keunggulan Desa Wisata Batu Lintang Sungai Utik adalah hutan adat seluas 9.480 hektar yang tetap asri berkat perjuangan masyarakat adat. Hutan ini bukan hanya rumah bagi spesies langka seperti rangkong gading, burung kuau raja, dan tumbuhan endemik seperti tengkawang, tetapi juga menjadi sumber kehidupan masyarakat. Pohon-pohon besar dari famili Dipterocarpaceae menjulang tinggi hingga 50 meter, menjadi bukti nyata keutuhan ekosistem.

Sungai Utik sendiri merupakan sumber air yang jernih dan kaya akan ikan. Nama Utik yang berarti putih, mengacu pada kejernihan airnya. Kawan Pontinesia dapat menikmati suasana damai dengan mendayung perahu di sungai ini atau hanya sekadar menikmati suara gemericik air yang menenangkan.

Tradisi yang Hidup dan Berkelanjutan

Masyarakat Sungai Utik memegang teguh adat istiadat mereka. Berladang dengan pola regeneratif menjadi aktivitas utama, di mana berbagai jenis padi lokal ditanam secara bijaksana untuk menjaga keanekaragaman hayati. Setiap tahapan berladang diiringi dengan ritual sakral, menunjukkan hubungan erat masyarakat dengan alam.

Tato Iban, seni ukir tubuh khas Dayak Iban, menjadi bagian integral dari identitas masyarakat. Motif-motif tato ini tidak hanya indah, tetapi juga sarat makna spiritual. Selain itu, kerajinan tangan berupa tenun, anyaman tikar, keranjang, dan gelang memperkaya pengalaman wisatawan dengan karya seni yang autentik.

Ekowisata Berbasis Kearifan Lokal

Desa Wisata Batu Lintang Sungai Utik menerapkan konsep ekowisata yang selaras dengan filosofi Dayak Iban: alam harus dijaga dan dimanfaatkan secara lestari. Kawan Pontinesia dapat menjelajahi hutan, mengamati burung rangkong, atau belajar membuat kerajinan tradisional. Kehidupan sehari-hari masyarakat yang ramah dan penuh kebersamaan menawarkan pengalaman otentik yang sulit ditemukan di tempat lain.

Bagi mereka yang mencari pengalaman berbeda, ritual adat dan upacara yang masih dijalankan hingga kini menjadi daya tarik tersendiri. Desa ini juga menjadi destinasi ideal untuk memahami bagaimana masyarakat tradisional mampu menjaga lingkungan dengan bijak di tengah tantangan modernisasi.

Prestasi yang Membanggakan

Keberhasilan masyarakat Sungai Utik menjaga hutan mereka telah diakui secara nasional dan internasional. Mereka meraih Kalpataru untuk kategori penyelamatan lingkungan pada tahun 2019, Equator Prize dari UNDP pada tahun yang sama, hingga Gulbenkian Prize for Humanity pada 2023. Sosok Apai Janggut, tokoh adat dan pemimpin masyarakat, menjadi simbol perjuangan menjaga hutan demi keberlanjutan. (*)

Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!

Foto-foto: Jadesta & Pokdarwis Keling Menua

Nonton anime sub indo di sini 




Top