Cerita Kota

Menjejak Betang Nek Bindang dan Mengekalkan Khazanah Arsitektur Dayak

15 Oktober 2024

374 views

Kontributor :
Mia Islamidewi
@miaislmdw
Kontributor :
Mia Islamidewi
@miaislmdw

CERITA KOTA | Butuh waktu kurang lebih empat jam dari Pontianak untuk sampai di ujung Perjalanan Mengenal Borneo Yoris Mangenda. Tepatnya di rumah Batang Nek Bindang, Desa Balai Belungai, Kabupaten Sanggau. 

Sebelumnya, Yoris telah melanglang Kalimantan, merekam arsitektur seluruh betang. 

Rombongan berangkat Sabtu (12/10/2024) pagi, dan disambut tenang Desa Balai Belungai, disusul tampung tawar tetua batang. Mereka datang untuk ambil bagian dalam peluncuran buku Khazanah Arsitektur Dayak, diskusi dan Heritage Booth Camp–perayaan akhir perjalanan mengenal Borneo Yoris Mangenda.

Rumah Batang Nek Bindang berdiri sejak 65 tahun lalu. Keberadaannya hari itu tidak hanya sebagai simbol kehidupan komunal Dayak, tetapi juga menjadi panggung eksibisi merayakan kekayaan arsitektur tradisional suku Dayak Kalimantan.

Perjalanan Mengenal Borneo sendiri dimulai Yoris sejak 27 Desember 2022. 

Di setiap sudut Nek Bindang, ornamen dan desain rumah adat Dayak se Kalimantan dipamerkan dengan detail. Mengundang kagum dan keingintahuan siapa pun yang memandang.

Buku Khazanah Arsitektur Dayak menjadi tonggak penting, tidak hanya dalam dokumentasi visual dan ilmiah, tetapi juga untuk memulai dialog yang lebih luas tentang bagaimana melestarikan dan merayakan warisan budaya ini. Peluncuran buku disusul sesi diskusi menarik tentang “Masa Depan Heritage di Kalimantan Barat” yang berlangsung di bawah naungan atap Nek Bindang. Bersama para peserta dan warga yang duduk melingkar.

Para kontributor buku, satu per satu menyampaikan pemikiran mereka. Beberapa hadir secara virtual melalui video profil. Setiap kontributor, dengan penuh antusias, berbagi kisah dan proses di balik pembuatan buku. Ada rasa bangga yang terasa dalam setiap kata yang diucapkan, seperti bagaimana mereka berhasil menggali esensi arsitektur Dayak yang autentik sekaligus menghadirkan inovasi dalam interpretasi modern.

Salah satu yang menarik perhatian adalah kata pengantar dari Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Walaupun hanya dalam bentuk teks, setiap kata yang disampaikan sarat dengan harapan bahwa warisan arsitektur ini harus tetap lestari dan dipahami oleh generasi muda. 

Yoris Mangenda menyampaikan bahwa momen ini bukan sekadar peluncuran buku, tetapi praktik dari tajuk Perjalanan Mengenal Borneo yang bisa dirasakan secara langsung. Tak heran, ada sesi eksplorasi mandiri dalam kegiatan ini. 

Peserta yang hadir bisa merasakan sensasi luar biasa ketika berjalan di atas lantai kayu tua yang memanjang, disebut dengan serambi. Mendengar permainan alat musik sape’ yang mengiringi sesi makan siang dan malam, juga sensasi mandi di sungai yang bersih dengan air dingin segar. Air dari bukit, kata masyarakat sekitar. 

Benar saja, peluncuran buku Khazanah Arsitektur Dayak bukan hanya soal mengenalkan keindahan arsitektur tradisional Dayak dalam tulisan, tetapi juga mengingatkan kita semua tentang pentingnya menjaga warisan. Sebuah identitas dan jati diri bangsa. Warisan ini bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga masa depan, yang harus dijaga, dilestarikan, dan diwariskan kepada generasi selanjutnya. (*)

Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!




Top