Cerita Kota

Rangka Jenggala Aming Hutan Kota

15 September 2023

539 views

Kontributor :
Kristiawan Balasa
@balasajr
Kontributor :
Kristiawan Balasa
@balasajr

#AmingTheSeries - EPISODE 10 

Jika Eddy Janto hidup di masa Bandung Bondowoso, mungkin ialah yang dicari untuk membangun seribu candi permintaan Roro Jonggrang. Sayangnya, ia hanya bertemu Limin Wong, dan malah diminta mewujudkan Aming Coffee Hutan Kota.

Akan tetapi permintaan Limin itu bukan perkara mudah. Ada satu syarat khusus; tak boleh tebang pohon. Eddy sempat ragu. Portofolionya didominasi perumahan dan perkantoran. Apalagi ada ketentuan tambahan; berbahan ulin, oleh tukang lokal, nuansa selaras hutan.

“Yang paling bikin stres itu menghindari pohon. Karena pemetaan pakai GPS, pakai drone, Google Earth, semua terhalang pohon,” cerita Kepala Proyek Aming Coffee Hutan Kota, Eddy Junto (41) pekan lalu. Kami bertemu di tempat yang sejak awal tahun diakrabinya. Tempat yang bikin kerut di keningnya datang dan kini hilang sementara.

Akhirnya ia kembali ke metode lama, menggunakan Theodolite Manual. Hasilnya sudah pasti tidak sepresisi GPS atau drone. Namun itulah cara paling memungkinkan. Ketika desain awal jadi, beberapa ruang dan tiang harus geser. 

Eddy Janto, Kepala Proyek Aming Coffee Hutan Kota.

Hasil yang terbangun kini, merupakan kolaborasi ide Eddy Janto, Limin, EOS Architect Jakarta dan PT Aming Indonesia. Tenggat harus soft opening di Hari Kemerdekaan akan sulit terkejar jika menggunakan desain awal yang sama-sama dibuat. Semula, semua bangunan dominasi kayu. Termasuk bangunan utama. Atap berada di sisi kiri bangunan yang mirip cabang pohon berbentuk huruf Y tersebut. Lewat serangkaian diskusi, akhirnya berubah seperti sekarang.

Satu syarat selesai. Namun syarat lain sudah menunggu. Pertanyaannya, ke mana harus mencari ulin kualitas terbaik. Eddy Janto tak ingin sembarang, apalagi Aming adalah kawan lama dan mereknya sudah terkenal ke seluruh Indonesia.

"Ini baru proyek kayu kedua. Tapi ini tantangan, dari Aming juga sudah kasih kepercayaan, usahakan sebisanya," katanya.

Eddy mencari ulin ke Nanga Tayap, Ketapang. Bahan ada, namun sulit mencukupi kebutuhan. Apalagi dengan tenggat dekat. Semua jaringan dihubungi sampai ke Kalimantan Tengah. Jodohnya justru dengan langganan, agen kayu Doa Emak di Sungai Ambawang, Kubu Raya, milik H Rani.

"Kayu didatangkan khusus tebal 2,2 (senti). Langsung masuk mebel, dan ketam mesin. Enaknya (dengan H Rani) kalau kurang bisa langsung minta," ceritanya.

H Rani pun tak main-main urusan ini. Ketika muncul ide untuk mencampur bahan dengan kayu bengkirai untuk memenuhi kebutuhan, ia menolak. Alasannya, kualitas ulin dan bengkirai untuk ruang terbuka, berbeda. Alhasil, Aming Coffee Hutan Kota ulin semua.

Bahan ada, tapi siapa yang mengerjakan?

Eddy punya tukang langganan. Ia paham soal kayu. Namun karena sehari-hari bermain beton, seninya tak terasah. Masalah pun muncul. Rerata, tukang kayu pro berusia di atas 45 tahun. Mereka yang berusia di bawah itu, lebih sering bermain dengan pasir dan semen. Salah satu cara mencari acawi terbaik, adalah dengan tes sambungan.

"Maunya Aming mengangkat kearifan lokal. Sempat ditawarkan ambil tukang dari Jawa, tapi beliau maunya dari Kalbar," katanya. 

Lulusan teknik sipil Untan itu kembali berkelana. Menghubungi jaringannya. Satu nama tukang kayu asal Kumpai, Kubu Raya muncul. Kabar angin, orang rela antre untuk pakai jasanya. Ketika dihubungi, yang bersangkutan tengah sakit.

Tukang-tukang muda juga ditemui. Ketika ditanya soal sambungan kayu, jawaban mereka kurang memuaskan. Sampai akhirnya, ia dapat cerita, seorang kepala tukang asal Singkawang, baru saja pulang dari proyek di Temajok, Sambas. Setelah mengonfirmasi beberapa hal, Eddy Janto berangkat menyusulnya.

"Dia tunjukkan sambungan harus begini, begini, akhirnya kita coba beliau, namanya Pak Dana. Kebetulan saya juga ke Sekolah Pertukangan SMK Santo Yusuf, ngobrol dengan gurunya masalah sambungan. Dia titipkan satu anak magang," jabarnya.

Dapatlah Eddy apa yang dicari. Tukang kayu berpengalaman, Pak Wardhana (60), Pak Suyitno (60n), Pak Padli (40n), dan seorang anak magang bernama Juaka (20n). Tukang mulai kerja 21 Mei 2023. Satu hal yang harus mereka wujudkan adalah meminimalisir penggunaan paku. Itulah mengapa ilmu sambungan kayu demikian dibutuhkan.

"Kalau pakai paku, tukang rumah biasa pun bisa," sambungnya.

Kayu-kayu yang datang ukurannya beda-beda. Pak Wardhana dan rekannya telaten mengukur satu-satu. Menyesuaikan dengan panjang yang dibutuhkan. Memberi kode masing-masing kayu dan papan seperti membuat puzzle raksasa. Selain memastikan titik, cara ini dipakai untuk meminimalisir bahan sisa. Terlebih bangunan memiliki estetika bertingkat, agar selevel dengan lintasan lari yang sudah lebih dulu ada. Tiap jejaknya berjarak 15 sentimeter.

Suasana Aming Coffee Hutan Kota, di Jalan Veteran Pontianak.

Sambungan kayu dikuatkan dengan puting dan pasak. Beberapa juga ditambahkan dengan baut, termasuk plafon balai-balai di bagian depan agar mudah lepas pasang jika pohon membesar. Sayangnya, paku harus tetap digunakan untuk merekatkan papan.

"Tadinya papan mau pakai pasak, setelah diskusi, karena akan diinjak dan bergeser, dia akan longgar," ceritanya.

Sepanjang pengerjaan hingga soft launching, Gubernur Kalbar saat itu, Sutarmidji dua kali datang melihat. Ia memastikan pohon-pohon di samping rumah dinasnya tetap hidup. Hal itu pula yang sejak awal Eddy dan Aming jaga. Tiang-tiang yang semula direncanakan pun akhirnya digeser untuk ruang hidup pohon. Yang paling kentara, adalah toilet yang semestinya menyambung dengan bangunan utama, dan Pohon Pulai di tengah balai depan.

"Pak Gubernur ada dua kali datang lihat, dan puji Tuhan beliau senang," tambah Eddy.

Syarat tanpa tebang pohon, berbahan ulin, oleh tukang lokal, dan nuansa selaras hutan terpenuhi. Namun ada satu bagian yang belum terisi. Dalam desain, ada gerbang masuk dari lintasan lari ke Aming Coffee. Eddy masih harus mencari kayu berukuran 40x40 senti.

Sejatinya, pencarian sudah dimulai sejak awal. Hanya saja langkah belum mempertemukan. Sempat muncul ide menggunakan papan disambung layaknya di Rumah Melayu. Akan tetapi ada konsekuensi merenggang seiring waktu. Doa Emak H Rani, kembali jadi jawaban.

"Dia minta waktu 1,5 bulan. Ada pohon tumbang di daerah hulu, tenggelam di dalam sungai. Berarti kayu bagus. Berasal dari pohon ulas," kisahnya.

Kayu tersebut masih bulat. Dipotong masing-masing empat meter sebanyak empat batang. Dikerat tidak rata, agar ada unsur seninya. Untuk mendirikan di posisi sekarang, butuh tenaga delapan orang.

Eddy Janto puas dengan hasil kerjanya. Walau jelang pembukaan kecil 19 Agustus lalu, ia dan para tukang harus lembur hingga jam 10 malam. Sesuatu yang berat, untuk pekerja yang tak lagi muda. 

Modal semangat dan ketelatenan semua pun berbuah. Saat pembukaan, sisi kiri belum rapi sempurna. Tukang sejak pagi sudah bekerja. Para undangan, justru tertarik melihat mereka, seolah pertunjukan besar digelar di depan mata.

Kini, Aming Coffee menghidupkan hutan kota. Warga yang berolahraga di lintasan sepanjang 600 meter itu, bisa menikmati sarapan setelahnya. Mereka yang hanya datang untuk menikmati kopi susu dan suasana baru pun, penasaran dengan kemampuan langkah mereka. 

Terlebih bagi yang ingin tahu kekayaan hutan Kalimantan. Ada banyak pohon endemi lokal tumbuh. Sesederhana, sudah berdiri di bangunan dari kayu besi terbaik, dan ingin lihat seperti apa pohon aslinya.

"Sejauh ini saya lumayan puas, tapi masih harus berkembang karena kayu ini banyak seninya. Kami juga berkarya bukan cuma cari keuntungan, tapi biar bisa dinikmati banyak orang," tutup Eddy Janto.




Top