Cerita Kota

Robo-robo: Jejak Tradisi Ribuan Tahun dari Mempawah

4 September 2024

105 views

Kontributor :
Mia Islamidewi
@miaislmdw
Kontributor :
Mia Islamidewi
@miaislmdw

CERITA KOTA | Robo-robo merupakan tradisi yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Mempawah, Kalimantan Barat. Tradisi ini bahkan berkembang hingga ke sebagian besar masyarakat pesisir di Kalimantan Barat.

Robo-robo adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang memiliki sejarah panjang dan kaya makna. Digelar setiap hari Rabu pada pekan terakhir bulan Safar, tradisi ini bukan hanya menjadi ajang berkumpul dan bersosialisasi, tetapi juga upacara penuh doa dan harapan agar terhindar dari bala.

Tradisi Robo-robo bermula pada tahun 1737 Masehi atau 1448 Hijriah ketika Opu Daeng Menambon, seorang bangsawan dari Kerajaan Luwu di Sulawesi Selatan, datang ke Mempawah setelah diangkat menjadi pemimpin di Panembahan Senggaok, nama lama Kerajaan Mempawah. 

Dikutip dari pariwisataidonesia.id, perjalanan Opu Daeng Menambon dari Kerajaan Matan Tanjungpura (sekarang Kabupaten Kayong Utara) ke Mempawah dilakukan dengan iringan sekitar 40 perahu.

Ketika rombongan Opu Daeng Menambon tiba di Muara Kuala Mempawah, masyarakat setempat menyambutnya dengan antusias. Rumah-rumah dihiasi kain dan kertas warna-warni, serta beberapa warga menggunakan sampan untuk menyongsong kedatangan beliau di sungai. 

Sebagai ungkapan terima kasih atas sambutan meriah tersebut, Opu Daeng Menambon membagikan bekal makanannya kepada warga. Kegiatan ini berlanjut dengan doa bersama untuk memohon keselamatan dan terhindar dari musibah. Karena momen tersebut bertepatan dengan hari Minggu terakhir di bulan Safar, maka acara ini dikenang dan dirayakan setiap tahun sebagai tradisi Robo-robo.

Nama "Robo-robo" berasal dari kata "Rabu," yang merujuk pada hari pelaksanaan tradisi ini. Hari Rabu pada pekan terakhir bulan Safar dipilih karena dianggap sebagai waktu yang tepat untuk melaksanakan doa tolak bala. 

Masyarakat percaya bahwa bulan Safar memiliki makna khusus, baik sebagai waktu penuh keberkahan maupun waktu yang sering dikaitkan dengan datangnya musibah. Oleh karena itu, tradisi Robo-robo menjadi upacara penting untuk memohon perlindungan dari bala dan menjaga keselamatan masyarakat.

Tidak hanya sekadar ritual doa, Robo-robo juga mencakup berbagai kegiatan yang mempererat persaudaraan antarwarga. Dimulai dengan napak tilas perjalanan Opu Daeng Menambon, acara dilanjutkan dengan pembacaan doa tolak bala oleh keluarga Kerajaan Mempawah, dan diakhiri dengan makan bersama di luar rumah, yang akrab disebut dengan makan saprahan.

Kegiatan makan saprahan dilakukan di berbagai tempat seperti halaman rumah, lapangan, hingga gang-gang jalan, menciptakan momen kebersamaan yang kental.

Selain ritual keagamaan, Robo-robo juga diisi dengan berbagai hiburan tradisional seperti jepin, tundang (pantun berdendang), dan lomba perahu bidar. Berbagai acara adat dan budaya Melayu Mempawah turut dipertunjukkan untuk meramaikan suasana, menjadikan Robo-robo sebagai perayaan yang penuh warna dan keceriaan.

Pelaksanaan acara biasanya berlangsung selama tiga hari berturut-turut, dimulai dengan ritual adat seperti buang-buang dan kirab pusaka, dilanjutkan dengan ziarah akbar, dan diakhiri dengan gelar adat syafar bersama Raja.

Tradisi ini bukan hanya melibatkan masyarakat suku Melayu yang beragama Islam, tetapi juga telah diterima oleh berbagai suku dan agama lain di Kalimantan Barat. Robo-robo kini menjadi identitas budaya yang memperkaya keberagaman Indonesia dan memperkokoh persatuan di antara warganya.

Dengan segala keunikan dan nilai historisnya, Robo-robo bukan hanya sekadar perayaan tahunan, tetapi juga refleksi dari kearifan lokal yang terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat Mempawah. Tradisi ini mengajarkan kita pentingnya menjaga warisan budaya serta merawat kebersamaan dan toleransi di tengah keragaman bangsa. (*)

Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!




Top