Surat Cinta untuk Pontianak: Belajar dari Pengalaman Wina, Istanbul, dan Passau untuk Kini dan Nanti - Bag I
24 Oktober 2024 |
181 views |
Halo Pontianak, Bagaimana kabarmu sekarang? Surat ini saya niatkan menjadi kado ulang tahunmu yang ke-253 tahun. Usia yang tidak lagi muda. Banyak yang sudah dilalui oleh Pontianak sejak didirikan pada tahun 1771, mulai dari gejolak hubungan antarkerajaan, dinamika selama era kolonial Belanda dan Jepang, fase awal kemerdekaan Indonesia hingga bergabung bersama Republik Indonesia sejak 1949. Pontianak bagi saya adalah kota kelahiran dan tempat bertumbuh hingga remaja. Di usia remaja hingga dewasa saya memutuskan untuk pergi merantau demi pendidikan tinggi dan baru benar-benar kembali pulang untuk bekerja sekitar tahun 2016-2021. Sejak 1 Oktober 2021, saya kembali merantau jauh dari Pontianak untuk belajar di Wina (Austria) dan berkesempatan mengunjungi Passau (Jerman) dan Istanbul (Turki). Ketiga kota tersebut menjadi awal mula inspirasi tulisan ini berdasarkan pengalaman menetap, mengunjungi, dan mengamati secara langsung. Karena selama mengunjungi mereka, saya selalu terbayang Pontianak. Benarlah kata bait lagu Aek Kapuas itu, “biarpon pegi jaoh ke mane, sunggoh susah nak ngelupakannye”. Menurut saya ketiganya memiliki kesamaan dengan Pontianak, yaitu dilalui dan dipisahkan oleh sungai (khusus Istanbul kotanya dipisahkan oleh selat). Selain faktor tersebut, kesamaan lainnya adalah kekayaan sejarah. Sebagai kota yang menjadi sumber tujuan migrasi, ketiganya juga menjadi tempat yang menarik untuk melihat asimilasi budaya yang ditunjukkan dengan keberagaman identitas kelompok berupa bahasa dan makanan. Meski demikian, baik Wina, Passau, dan Istanbul juga memiliki kekhasannya tersendiri. Wina merupakan kota paling layak huni di dunia selama tiga tahun terakhir, kota dengan salah satu sistem transportasi publik terbaik di Eropa, dulu merupakan pusat pemerintahan Dinasti Habsburg di Eropa, dan merupakan kota penting di era Perang Dunia 1 hingga 2. Passau adalah kota yang melakukan penjenamaan diri sebagai Kota Tiga Sungai dengan perpaduan sejarah dan menawarkan jalur bersepeda melintasi pemandangan alam yang indah. Sementara Istanbul adalah kota yang menjadi jantung pemerintahan Turki Utsmaniyah sejak penaklukan Kostantinopel pada tahun 1453 serta memiliki jalur pelayaran feri sejak tahun 1851 di sepanjang Selat Bosporus yang menghubungkan kota yang berada di benua Eropa dan Asia. Tata Kota Berbasis Masyarakat Pelajaran pertama yang dapat diambil dari Wina adalah tata kelola yang berfokus pada masyarakat. Jika Pontianak ingin menjadi kota yang diakui dan dikenal sedunia, sudah selayaknya belajar dari yang terbaik, yaitu Wina. Wina mendapatkan penghargaan kota terlayak huni versi EIU Global Liveability Index di tahun 2022-2024. Beberapa indikator yang dinilai, antara lain adalah stabilitas, pelayanan kesehatan, budaya dan lingkungan hidup, pendidikan, dan infrastruktur. Hal ini terwujud melalui berbagai praktik kebijakan baik dari Pemerintah Kota Wina, antara lain penyediaaan layanan pendidikan anak usia dini dan sekolah dasar (SD) yang gratis, stabilnya harga barang kebutuhan, bantuan tunai pemerintah untuk semua warga melalui energiebonus1 dan klimabonus2 , dan memastikan setiap orang dapat mengakses hiburan pertunjukan serta museum secara gratis dengan menyediakan kartu khusus bagi warga dengan pendapatan rendah. Salah satu hal yang paling menarik dan penting adalah keberadaan banyak ruang terbuka publik berupa taman bermain anak-anak dan taman-taman kota yang dilengkapi fasilitas olahraga. Warga kota dapat beraktivitas dan bersosialisasi di sana. Di Wina terdapat sekitar 700 taman bermain yang merupakan bagian dari 50 persen area terbuka hijau kota (sekitar 200 km2). Di setiap taman bermain dan taman kota juga memiliki kekhasannya sendiri, seperti taman tematik, taman aktif dan motorik, taman air, taman hutan, taman bermain panjatan, dan taman petualangan. Selain itu, Kota Wina juga menyediakan keran air berasal dari mata air pegunungan yang bisa diminum baik di gedung-gedung, perumahan, dan di setiap taman. Saya sangat mengagumi tata kelola pemerintah Kota Wina yang mengedepankan kebahagiaan dan kenyamanan semua warganya tanpa terkecuali. Hal ini tentu dapat menjadi inspirasi bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak yang terus menerus mendapatkan penghargaan tata kelola pemerintahan dan berhasil meningkatkan angka IPM kota menjadi 81,63 di tahun 2024. Potensi Kota Pontianak dengan kemajuan kualitas sumber daya manusia dan merupakan pusat pendidikan dan ekonomi di Kalimantan Barat tentu menjadi modal berharga untuk kemajuan di masa yang akan datang. Kondisi ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menggabungkan para komunitas masyarakat yang aktif, media, pebisnis, dan akademisi dengan pemerintah yang visioner. Potensi paradiplomasi, yang memberikan ruang antara pemerintah kota atau provinsi di dunia untuk berkolaborasi, juga membuka kesempatan bagi Pemkot Pontianak menjalin hubungan internasional dan menjadikan Pontianak berkelas dunia. Akses Transportasi Publik yang Baik Pelajaran kedua yang tidak kalah penting untuk ditiru dari ketiganya adalah akses transportasi publik yang lebih baik. Baik Wina dan Istanbul telah memiliki sarana transportasi publik yang baik dan bervariasi, mulai dari bus, trem, dan kereta bawah tanah. Ketiga kota juga telah menyediakan area pedesterian yang baik sehingga warga dan wisatawan dapat berjalan kaki keliling kota dengan nyaman dan aman selain opsi menggunakan transportasi publik. Bahkan khusus Wina, menurut saya, transportasi publiknya merupakan salah satu yang terbaik dengan harga terjangkau. Mereka merupakan yang terbaik karena setiap moda yang ada terhubung ke semua wilayah di kota dan hampir selalu tepat waktu. Bahkan sejak tahun 2012, harga paket tiket tahunan menjadi sangat murah hanya 365 Euro atau setara 1 Euro per hari, dan untuk pelajar harganya menjadi 86 Euro per tahun. Istanbul dan Passau juga memiliki keunikannya tersendiri. Jika dibandingkan dengan Wina, Pemerintah Kota Istanbul menyediakan transportasi melintas Selat Bosporus melalui feri dan menyambung beberapa titik kota di berbagai sisi Asia dan Eropa. Lalu, semua sarana transportasi publik dibayarkan secara non-tunai lewat Istanbulkart dengan harga sekitar 20 Lira (setara 9.000 Rupiah) per perjalanan. Meski berdasarkan pengalaman saya, Passau tidak terlalu masif pembangunan transportasi publiknya (di Passau hanya terdapat bus kota dan kereta antarkota) karena area wisatanya berada di pusat kota lama dan kota yang tidak terlalu besar sehingga masih dapat diakses dengan berjalan kaki atau bersepeda. Namun, mereka terkenal mampu menyediakan rute sepeda yang baik dengan pemandangan alam perbukitan, benteng, dan sungai yang indah. Inisiasi Pemkot Pontianak menghidupkan kembali bus sekolah gratis dapat dikembangkan untuk menyediakan opsi transportrasi publik yang terkoneksi dan terjangkau. Salah satu tujuannya tentu saja mengatasi kemacetan dan juga membantu mengurangi emisi gas karbon dari penggunaan kendaraan pribadi. Sebelumnya juga di Pontianak sudah mulai terbangun kesadaran bersepeda yang baik. Ditambah di ruas Jalan A. Yani juga sudah jauh lebih nyaman untuk berjalan kaki. Hal-hal baik ini bisa lebih ditingkatkan dan diperluas kembali. Penting juga diperhatikan aspek penegakan aturan berlalu lintas. Ketiga kota di atas memastikan tiap kendaraan umum berhenti pada tempatnya supaya tidak menimbulkan kemacetan dan efektif memastikan waktu tempuh yang terukur. *bersambung… Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!
[1] Bantuan tunai tahunan yang diberikan kepada setiap penghuni rumah (berbasis nomor pintu di apartemen) untuk menyiasati tingginya harga listrik dan gas beberapa tahun terakhir akibat konflik antara Rusia dan Ukraina. [2] Subsidi yang diberikan pemerintah kepada setiap warga yang terdaftar tinggal di Wina selama minimal enam bulan atas kontribusi seluruh warga untuk ikut menjaga pelestarian lingkungan dengan menggunakan transportasi publik.
Baca Surat Cinta untuk Pontianak bagian kedua di sini. Baca Surat Cinta untuk Pontianak bagian ketiga di sini.
|