Cerita Kota

World Press Photo Pontianak: Melihat Isu Dunia Lewat Cahaya Lensa

6 Oktober 2025

172 views

Kontributor :
Adinda Y.R
@adindaydtmrae
Kontributor :
Adinda Y.R
@adindaydtmrae

CERITA KOTA | Ratusan kisah dunia terpampang, tragedi duka seolah merayap ke dinding dingin Port 99, Pontianak Barat. Setiap langkah, potret luka yang berbeda. Siapakah yang sanggup untuk melihatnya satu per satu? 

Atau adakah yang mampu menyerap semua hangat dan beraninya puluhan jepretan itu?

Jepretan ini lahir dari wadah yang bernama World Press Photo. Sebuah organisasi nirlaba atau non profit organisasi yang bergerak dalam memperjuangkan peran dari foto jurnalisme dan fotografi dokumenter. 

Perjuangannya mengarah kepada kebebasan hak pers, pemahaman akan kompleksitas isu dunia, mendorong dialog serta menginspirasi tindakan. Didirikan di Belanda pada tahun 1955, World Press Photo memulai kontes  pemerannya  dengan menjangkau jutaan orang di lebih dari 80 lokasi di seluruh dunia setiap tahunnya. 

Kontesnya dilaksanakan setiap tahun, hingga di tahun 2025 membawa pameran ini berlabuh ke pulau bagian barat Indonesia, Kalimantan Barat, tepatnya di Port 99 Pontianak, dari 3 Oktober hingga 1 November 2025. Kawan Pontinesia bisa datang dari pukul 09.00 pagi sampai 21.00 WIB.

Jika Kawan Pontinesia mengunjungi pameran ini, sekitar 40+ karya dari 141 negara dipajang di dua lantai, mengungkap isu politik, gender, migrasi, konflik, hingga krisis iklim. Dari sekian banyak kisah, terselip kebanggaan bagi Indonesia. 

Fotografer Mas Agung Wilis Yudha Baskoro berhasil meraih penghargaan kategori Singles untuk kawasan Asia-Pasifik dan Oseania, lewat karyanya yang menggugah tentang dampak pertambangan nikel di Pulau Halmahera.

Ruangan pameran cukup luas, membawa kebebasan para pengunjung untuk mengeksplorasi dengan leluasa setiap pameran yang dipajang. Salah satunya Galih dan Sindi, dua pengunjung yang datang setelah melihat promosi pameran ini di TikTok. 

“Fotonya tentang sungai yang kering itu berkesan banget. Sungai itu kan sumber kehidupan manusia. Dari situ terasa bagaimana masyarakat kehilangan sumber penghidupan mereka,” ucap Galih.

Tidak hanya sungai foto Sungai Amazon, namun ada pula karya yang paling berkesan bagi mereka, yang berbeda daripada yang lainnya. 

“Kita tahu kan, sampai sekarang mereka belum pernah benar-benar damai. Rasanya kayak ikut ngerasain kesedihan orang-orang di sana”, tambah Galih atas karya foto konflik Palestina-Israel.  

Jika menelusuri seluruh karya foto dari lantai satu hingga dua, seluruh emosi akan terasa bercampur aduk. Setiap foto menggambarkan isu, tragedi, atau luka yang berbeda. Langkah terhenti di setiap pajangan foto bukan karena lelah, tapi karena setiap gambar seakan menahan waktu dan berbicara tentang harapan.

World Press Photo memberi kesempatan bagi siapa saja untuk menyelami rekaman penderitaan dan perlawanan, sekaligus keberanian dan ketabahan manusia. Setiap potret hadir sebagai demonstrasi visual yang ingin  melampaui arus berita, tidak melulu lewat kata, namun juga lewat gambar yang berbicara lebih dalam. 

Jadi, sudahkah Kawan Pontinesia menjadi bagian dari demonstrasi visual dunia? 

Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!




Top