Pontianak identik dengan Tugu Khatulistiwa. Padahal, kota ini punya monumen yang tak kalah bersejarah. Tugu Digulis atau Tugu Bambu Runcing menceritakan perjuangan pemuda Kalimantan meraih kemerdekaan RI. Tak jarang traveler melewatkan Tugu Digulis saat berkunjung ke Pontianak, Kalimantan Barat. Satu-satunya monumen yang paling diingat pasti Tugu Khatulistiwa, bukan Tugu Digulis yang jelas-jelas terletak di tengah kota. Padahal, tugu ini juga punya sejarah terkait perjuangan pemuda Kalimantan Barat dalam meraih kemerdekaan.
Monumen ini berbentuk 11 bambu runcing yang menjulang tinggi ke angkasa, masing-masing berbeda ukuran. Warnanya kuning kehijauan layaknya bambu pada umumnya. Monumen ini diresmikan pada 10 November 1987 oleh Gubernur Kalimantan Barat saat itu, H Soedjiman. Ada kisah kelam di balik berdirinya monumen ini. Semua berawal pada 1914, saat terbentuknya Partai Sarekat Islam (SI) di Ngabang (sekarang Kota Landak). Organisasi berbasis keagamaan ini mendapat banyak simpati dari masyarakat, hingga akhirnya pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan perintah untuk membekukan seluruh kegiatan Sarekat Islam.
Perintah itu digelontorkan akibat maraknya pemberontakan anggota SI di Jawa dan Sumatera. Pemerintah Hindia Belanda pun menangkap 11 tokoh pergerakan Kalimantan Barat. Tiga dari 11 tokoh itu meninggal saat diasingkan ke Boven Digoel di Irian Barat, sementara 5 di antaranya wafat dalam Peristiwa Mandor di Kabupaten Landak.
11 Bambu runcing di Tugu Digulis itu masing-masing melambangkan tokoh pejuang. Mereka adalah Achmad Marzuki, Achmad Su'ud bin Bilal Achmad, Gusti Djohan Idrus, Gusti Hamzah, Gusti Moehammad Situt Machmud, Gusti Soeloeng Lelanang, Jeranding Sari Sawang Amasundin, Hj Rais bin H Abdurahman, Moehammad Hambal alias Bung Tambal, Moehammad Sohor dan Ya' Moehammad Sabran.Nama-nama mereka sekarang diabadikan menjadi nama jalan-jalan di Pontianak. Meski Tugu Digulis berada di tengah bundaran, wisatawan bisa meminggirkan mobil untuk melihat dan mengabadikannya dalam kamera.