Tak jauh dari Keraton Kadariyah, berdiri megah bangunan masjid yang menjadi pusat dakwah agama Islam. Masjid tersebut bernama Masjid Jami' Sultan Syarif Abdurrahman. Bangunan masjid ini menghadap ke Sungai Kapuas. Menurut sejarah, masjid yang dibangun aslinya beratap rumbia dan konstruksinya dari kayu. Ketika Syarif Abdurrahman meninggal pada 1808 Masehi, kekuasaanya diteruskan sementara waktu oleh adiknya yang bernama Syarif Kasim karena putera Syarif Abdurrahman yang bernama Syarif Usman masih kanak-kanak ketika ayahnya meninggal dunia. Setelah Syarif Usman dewasa, dia menggantikan pamannya sebagai Sultan Pontianak pada tahun 1822 sampai dengan 1855 Masehi.Pembangunan masjid kemudian dilanjutkan Syarif Usman dan dinamakan sebagai Masjid Abdurrahman, sebagai penghormatan sekaligus mengenang jasa-jasa ayahnya.Sejak masjid ini didirikan, selain berfungsi sebagai pusat ibadah, juga digunakan sebagai basis penyebaran agama Islam di kawasan tersebut. Beberapa ulama terkenal yang pernah mengajarkan agama Islam di masjid ini, antara lain: Muhammad al-Kadri, Habib Abdullah Zawawi, Syekh Zawawi, Syekh Madani, H. Ismail Jabbar dan H. Ismail Kelantan.



Masjid Jami' Sultan Syarif Abdurrahman berdenah segi empat berukuran 33,27 meter x 27,74 meter, dikelilingi oleh selasar melingkar berpagar yang dapat menampung sekitar 1.500 jamaah shalat sekaligus. Bagian dalam masjid terdiri dari 26 shaf, setiap shaf dapat menampung sekitar 50 jemaah ditambah dengan area selasarnya. Masjid Sultan Syarif Abdurrahman hampir keseluruhan dibangun menggunakan kayu bulian. Warna kuning mendominasi dinding kayu masjid ini, sementara plafonnya dicat dengan warna hijau. Warna kuning melambangkan keagungan sedangkan warna hijau melambangkan warna kenabian atau ke-Islaman.Atap masjid bertumpuk empat ditutup lembaran lembaran kayu bulian berukuran lebih besar dari atap sirap biasa. Antara atap paling bawah dan kedua, terdapat celah yang digunakan untuk jendela yang mengelilingi seluruh celah tersebut, sehingga ruang dalam cukup mendapat cahaya pada siang hari.

Di atas atap kedua, terdapat teras yang cukup luas berbentuk segi empat panjang, di setiap sudutnya terdapat gardu. Karena ada empat sudut, maka terdapat juga empat gardu. Menurut sebagian warga setempat, gardu tersebut dulu digunakan sebagai tempat mengumandangkan azan. Namun, ada pula yang menginterpretasikannya sebagai simbol dari empat sahabat Nabi Muhammad yang menjadi Khulafa Al-Rasyidin yakni Abu Bakar As Siddiq, Umar Bin Hattab, Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Di dalam masjid berdiri kokoh enam sokoguru dari kayu bulian (kayu Ulin atau kayu besi) dengan diameter yang cukup besar menopang struktur atap masjid. Enam pilar ini juga melambangkan 6 rukun iman.Selain sokoguru bundar tersebut masih ada lagi pilar pilar berbentuk segi empat menjulang ke langit langit masjid. Pilar segi empat ini juga berukuran diatas rata rata dibandingkan dengan pilar pilar kayu yang biasa dipakai dirumah rumah penduduk.



Mihrab masjid ini berdenah segi enam yang melambangkan rukun iman. Di dalam mihrab terdapat sebuah mimbar warna kuning mengkilap dengan ukiran-ukiran yang indah berwarna emas. Di atas mimbar ini terdapat inskripsi huruf Arab yang menyatakan bahwa Sultan Syarif Usman membangunnya pada hari Selasa Bulan Muharram tahun 1237H. Sultan Syarif Usman (1819-1855) atau Sultan ke-3 Pontianak tercatat sebagai sultan yang pertama kali meletakkan pondasi masjid ini sekitar tahun 1821 M/1237 H menggantikan bangunan bangunan masjid kecil (mushola) yang dibangun ayahandanya Sultan Syarif Abdurrahman. Arsitektur dan bentuk dari masjid ini hampir semuanya masih asli. Pengurus masjid memang sengaja mempertahankan keaslian bangunan yang bernilai sejarah tinggi ini. Di depan masjid terdapat lapangan yang cukup luas, menyerupai alun-alun. Feel the unforgettable experience in the shades of Islamic Pontianak, here!