Pak Giman dan Semesta Fortuna: Penjaga Lembar yang Hampir Hilang
16 September 2025 |
77 views |
"Dulu yang baca gini kebanyakan anak kecil, kalau sekarang malah anak besar. Pakai baju kantoran, pulang kerja, terus ke sini," celetuknya, diiringi kekehan pelan sarat arti di baliknya. Lelaki itu terlihat di sebuah rumah sederhana di Gang Kutilang. Di atas pintunya tertulis plang; Penyewaan Buku Fortuna. Salah satu tempat penyewaan buku yang tersisa di Pontianak. Aroma buku lama menyeruak begitu pintu dibuka. Sinar yang menembus jendela kayu memantul menampilkan kilau samar dari plastik sampul bening yang melapisi jilid demi jilid cerita. Rak kayu memenuhi ruang sempit itu, tersusun rapih seperti penjaga waktu yang enggan menyerah pada arus zaman. Di sanalah Pak Giman tinggal sekaligus merawat harta berharganya, ratusan buku yang ia kumpulkan sejak awal 1990-an. Dari gaji yang dikumpulkan, ia lebih memilih membeli bacaan ketimbang barang lain. Hiburan kala itu tidak banyak, dan buku menjadi satu-satunya pelarian. Rajawali Lembah Huai, menjadi buku yang disebutnya saat ditanya tentang buku kesukaan, dunia cerita silat yang membawanya larut dalam kisah tentang kesetiaan, keberanian, dan persahabatan. Dari sanalah ia mulai jatuh hati pada bacaan, hingga kebiasaan itu melekat sampai kini. 
Semakin lama, rak kayu di rumahnya kian penuh, menampung ratusan judul dengan jilid yang tak terhitung banyaknya. Alih-alih membiarkannya menumpuk, ia memilih membuka pintu rumah bagi siapa saja yang ingin membaca. Tahun 2000, lahirlah tempat penyewaan buku ini. Bermula sederhana, sekadar agar koleksinya tidak berdebu dan bisa dinikmati orang lain. Koleksinya kini didominasi oleh komik-komik lawas yang pernah jadi primadona anak-anak era 90-an hingga 2000-an. Mulai dari kisah silat, humor, hingga petualangan remaja. Ada pula beberapa novel yang terselip di rak, meski jumlahnya tak banyak. Pak Giman bercerita, jarang membeli novel terbaru, sehingga yang terlihat sejauh ini hanya judul-judul populer seperti Dilan, Mariposa, dan beberapa novel remaja lain. “Yang paling banyak dicari tetap komik,” ujarnya singkat. Untuk bisa meminjam, setiap pengunjung wajib menyertakan tanda pengenal sebagai jaminan, seperti KTP atau Kartu Pelajar. Harga sewanya pun beragam, menyesuaikan dengan nilai buku yang dipinjam. 
Sistem sederhana itu sudah berjalan bertahun-tahun, menjadi aturan tak tertulis yang dipatuhi para penyewa setia. Mengangkat tujuan utamanya membuka penyewaan ini sebagai tempat bernostalgia, setelah sibuk dengan dunia, maka bacaan ringan bisa menjadi pelarian yang menenangkan. Halaman-halaman komik dan cerita silat itu seolah menjadi jeda di antara riuh kerja dan rutinitas, memberi ruang untuk sekadar kembali menjadi anak kecil yang pernah duduk berlama-lama dengan buku di tangan. Dan di rumah sederhana di Gang Kutilang itu, Pak Giman tetap setia menjaga pintu kecil menuju masa lalu, sebuah pengingat bahwa kebahagiaan kadang sesederhana membuka lembar demi lembar buku lama. (*) 
Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!
|