Cerita Kota

Anda Senang, Kami Senang, Semua Senang

5 Agustus 2025

262 views

Kontributor :
Mia Islamidewi
@miaislmdw
Kontributor :
Mia Islamidewi
@miaislmdw

CERITA KOTA | "Anda Senang, Kami Senang, Semua Senang." Kata-kata ini menyambut pengunjung yang mendorong pintu merah Margosari, The OG. Si anak pertama yang hangat, seperti ruang tengah rumah sendiri. Dinding cokelat kayu dan lampu kuningnya menerangkan macam-macam aktivitas Teman Kami. Ada yang menikmati sepotong besar Pizza dari Asa, bercengkrama dengan kerabat di depannya, juga fokus menatap deretan angka dari layar depan muka.

Margosari adalah hulu histori Toko Kami. Di usianya yang kedua, ia resmi menjadi kakak pertama. Menebar hangat yang sama merah menyala dengan tatanan bata di beranda.

Gajahmada menjadi anak kedua Nusantara. Ruang di antara hiruk-pikuk aktivitas kawasan ekor naga. Pintu bagi deretan nyala lain setelahnya. Dari yang di tengah kota, hingga rumah di Jalan Suhada, rumah lama yang menunggu para penghuni baru.

Cabang-cabang Tokam, punya ceritanya. Mereka tumbuh dari rekatan bata merah, ornamen wastra, dan suasana yang akrab, dengan bahasa ibu yang tetap. Imam Bonjol dipenuhi mahasiswa, sementara di seberang timur kota, simpul Ya M Sabran hadir sebagai ruang untuk mengambil jeda.

Merapat ke Jalan Danau Sentarum. Membuka kilas balik. Sentarum justru lahir duluan dalam benak Nusantara, bahkan sebelum Margosari dibuka. Pada pembangunannya, ia harus menunggu giliran, sampai Januari awal tahun resmi lahir sebagai anak keenam. Sentarum boleh jadi simbol harapan, walau tidak buru-buru dikabulkan ia tetap disimpan, hingga hadir di waktu yang tepat kemudian dirayakan.

Di balik pintu —yang juga merah— ada prinsip yang dipegang erat: Toko Kami bukan sekadar menjual makanan, tapi menjadi jembatan rasa dan cerita. Lewat kudapan dan kopi, lewat nama menu yang tak asing di telinga, hingga bahan baku yang merujuk pada muasal; Nusantara.

Ekspansi yang bukan bermodal ambisi, tapi berbekal data dan perhitungan tepat. Yudistira—Pendiri Toko Kami—anak dari seorang seniman dan akademisi. Tak heran pundaknya menggendong harap, pikirannya dihujani mimpi. Ia sudah terbiasa hidup dengan dua kaki: kanan menjunjung nilai seni, kiri dengan logika dan mitigasi.

Maka saat membesarkan Toko Kami, ia tahu betul pentingnya berani melangkah, juga cermat mengukur. Setiap ekspansi dirancang dengan kepala dingin dan hati yang hangat. Ia belajar bahwa data bisa mengarahkan, tapi suara Teman Kami di lapangan seringkali memberi kejutan.

Cabang Citra Garden Aneka, Kubu Raya adalah contohnya. Secara angka, agaknya tampak mendung. Tapi saat resmi dibuka, justru kejutan yang turun. Ada anomali yang tak terdeteksi oleh grafik dan tabel. Teman Kami dari Pontianak yang bekerja di tanah tetangga, rutin berkunjung. Yang di sekitar pun tak perlu ke ibu kota untuk merasakan nikmatnya Sederhana. Begitupun dengan kehadiran simpul Kami di Serdam. Area batas kota yang sudah seperti kota sendiri; hidup dengan hiruk-pikuknya.

Dari delapan simpul cerita yang telah tumbuh bersama, Kami belajar. Bukan berhenti, justru melebarkan jarak pandang. Dan sebagaimana anak, walau beda tempat, semua masih dalam satu pelukan.

Yogyakarta yang baru dibuka, bukan akhir. Tapi permulaan. Sebuah babak baru untuk menumbuhkan cerita dalam skala Indonesia. Dalam beberapa tahun mendatang, rencana sudah disusun. Menyapa kota-kota lain, membawa rasa dengan cerita yang sama hangatnya. Bereksperimen dengan hidangan fusi yang berakar dari dapur sederhana; cita rasa Nusantara.

Pada tiap langkahnya, satu hal tetap Kami jaga: semangat untuk membuat Teman Kami merasa dekat. Sesederhana ucapan pertama; Anda Senang, Kami Senang, Semua Senang. (*)

Baca juga: Cerita dari Kami, Dari Khatulistiwa Menyapa Yogyakarta




Top