Arakan Pengantin, antara Angan dan Ingin
27 Oktober 2024 |
274 views |
CERITA KOTA | Empat baris dalam dua banjar pasukan pembawa kembang Manggar berada di depan. Di belakangnya, pengiring dengan pokok telok ikut barisan. Di meriahkan pemusik tanjidor--di depan pengantin dan orangtua masing-masing yang bertelok belanga dan berbaju kurung, langkah rombongan itu jadi seirama. Pembawa hantaran, di antaranya berisi kapur sirih, bokor tempat uang asap, dan mahar mengekor setelahnya. Tiga hantaran itu jadi yang utama dalam tradisi Melayu. Masih ada jenis hantaran lain, namun lebih pada kreasi. Akan tetapi dalam kehidupan masyarakatnya kini, hantaran itu jadi yang paling banyak diberi. Hantaran lain itu misalnya, sepatu, perlengkapan kosmetik, pakaian dalam, sprei tempat tidur dan alat-alat mandi. Belakangan, hantaran ini memang tak pernah ketinggalan. Ikut diutamakan seperti hantaran utama di depan, yang dibawa pengiring pengantin laki-laki. Selain musik tanjidor, biasanya kelompok hadrah ikut meramaikan suasana. Dua kesenian itu memang lekat dengan budaya Melayu. Sudah ada sejak zaman kerajaan dulu. Tradisi yang ingin dan harus terus dirawat. Arakan pengantin Melayu telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda sejak 2017. Salah satu upayanya lewat Festival Arakan Pengantin di sepanjang area Car Free Day Jalan Ahmad Yani, Minggu (27/10/2024). Delapan pasang pengantin berparade dengan berjalan kaki dari Museum Negeri Pontianak menuju halaman Masjid Raya Mujahidin. Agenda ini merupakan rangkaian Hari Jadi ke-253 Pontianak. Dari hasil penilaian juri, peserta dari Kecamatan Pontianak Barat dinobatkan sebagai juara pertama. Sedangkan juara kedua diraih Bank Kalbar dan ketiga dari Kecamatan Pontianak Tenggara. Selain juara arakan pengantin, Hantaran Terbaik diberikan kepada Kecamatan Pontianak Timur dan Pengantin Terbaik disandang Pontianak Barat. Syafaruddin Usman, satu di antara Tim Juri menyatakan, ada beberapa aspek penilaian dalam festival ini, yakni etika, estetika, kreasi, seni dan penggalian budaya tradisional. “Etikanya itu bagaimana keserasian gerak langkahnya, kemudian estetika keindahan tata riasnya, kemudian dari sisi pelestarian budayanya sesuai dengan pakem-pakem budaya Melayu lokal,” ungkapnya. Kemudian, dari sisi peserta telah banyak menggunakan kreasi baru yang dimodifikasi sehingga bentuk-bentuk aslinya sudah tidak terlihat lagi. “Bentuk asli atau orisinilnya yang kita harapkan muncul tetapi sayangnya terlalu banyak modifikasi. Meskipun ada yang masih menampilkan orisinil tapi sayangnya juga menggunakan pakem yang baru,” sebutnya. Penjabat (Pj) Wali Kota Pontianak Ani Sofian mengapresiasi antusias peserta yang mengikuti gelaran budaya mengarak pengantin ini. “Hal yang paling penting dari kegiatan ini adalah pelestarian adat dan budaya Melayu Pontianak khususnya yang ada dalam prosesi pernikahan. Oleh karena itu kita punya kewajiban untuk memelihara dan melestarikannya,” pesannya. Pj Wali Kota berharap Festival Arakan Pengantin ini ke depan bisa lebih banyak lagi jumlah pesertanya. Selain itu, perlu adanya promosi yang gencar agar festival ini lebih banyak yang menyaksikannya. Selain melestarikan budaya, festival ini juga ikut memberdayakan UMKM. “Karena ini kan bentuk budaya yang harus kita lestarikan, maka semakin banyak partisipasi masyarakat semakin baik budaya itu kita lestarikan,” katanya. Arakan pengantin pagi itu, sudah pasti menarik perhatian mereka yang memadati kawasan bebas kendaraan. Sebagian mungkin mulai terpenjara angan, sebagian lain, berpikir ingin tak hanya memeluk angin. (*) Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!
|