Cerita Kota

Menyusuri Borneo Lewat Realitas Virtual

2 Agustus 2025

228 views

Kontributor :
Dhiah Wiyarsih
@dhivvysh
Kontributor :
Dhiah Wiyarsih
@dhivvysh

CERITA KOTA | Teknologi kini telah membuka jalan baru bagi kebudayaan untuk menyapa orang dari berbagai belahan dunia. Salah satunya Merapah Banua yang memanfaatkan wisata berbasis Realitas Virtual (VR). Platform yang diciptakan oleh pemuda Kalimantan Barat ini mengenalkan kekayaan dari suku Dayak Kapuas Hulu. 

Indra penglihatan dan pendengaran diajak menyusuri setiap sudut yang ditampilkan pada pameran realitas virtual sederhana ini. Laman tersebut memperkenalkan 3 kebudayaan dari 3 suku dayak asal kapuas Hulu, yakni suku Dayak Iban, Dayak Taman, dan Dayak Tamambaloh. Masing-masing suku diperkenalkan dengan rumah betang-nya. Serupa, namun tak sama. 

Setiap suku mempunyai banyak kesamaan pada rumah betang, namun tetap memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan antara satu suku dengan suku yang lain. 

Betang Semangkok, adalah rumah betang milik suku Dayak Taman, yang telah diresmikan oleh Dayak Taman pada tahun 1928. Terletak di daerah muara sungai Semangkok, Dusun Sinsiung Amas, Desa Datoh Dian dengan jarak kurang lebih 9,4 km dari Putussibau. 

Rumah betang ini menjadi tempat yang cukup sulit untuk dijangkau karena pengunjung atau pendatang harus menggunakan perahu kayu untuk sampai ke sana.

Sesampainya di laman Betang Semangkok, pengunjung akan melihat 2 barang khas suku dayak yang terletak di tepi sungai. Barang tersebut adalah Tangga Perempuan dan Batu Piang Tutulabok

Fitur 360 dari website ini juga memungkinkan pengunjung untuk melihat keadaan di sekitar. Ditambah dengan adanya suara-suara asli dari daerah terkait, seolah membawa pengunjung untuk turut berpikir dan merasa bahwa diri mereka saat ini sedang melakukan kunjungan langsung dan nyata.

Di Betang Semangkok, ditampilkan mulai dari kerajinan dan barang-barang adat hingga komoditas andalan dari daerah ini. Sesampainya ke dalam Rumah, pengunjung akan diperkenalkan dengan ruang komunal atau ruang tengah yang tampak layaknya teras yang menjadi ruang kumpul bagi setiap keluarga yang tinggal di rumah ini. 

Pengunjung juga akan mendengar wawancara langsung dengan salah satu warga lokal yang berprofesi sebagai pengrajin manik-manik khas Dayak. Mulai dari tiang kayu hingga motif burung enggang di dinding dikupas secara informatif dan filosofis.

Selanjutnya pengunjung akan dikenalkan dengan tempat istirahat untuk setiap keluarga, yang dikenal dengan sebutan bilik. Tempat ini menjadi tempat untuk menyimpan barang-barang milik setiap keluarga, seperti caping berhias dan paminandra (sejenis wadah untuk upacara dan berdoa). Uniknya, setiap bilik memiliki pintu terhubung, yang bisa menghubungkan dan mempermudah setiap keluarga untuk bersilaturahmi. 

Tak berhenti di situ, pengunjung juga diajak untuk melihat kebun dan hasil alam apa saja yang menunjang setiap keluarga. Mulai dari kebun daun perupuk, ladang padi, kebun karet, serta pohon enau yang airnya dapat diolah menjadi tuak dan aren. 

Selepas dari kebun, pengunjung diajak untuk mengenal patung Betang serta Rumah Kubur. Dari apa yang diperlihatkan, bagi orang suku Dayak Taman yang meninggal akan dimasukkan ke peti kayu, kemudian akan dilaksanakan dengan ritual adat seperti memasukkan pakaian ke dalam koper serta menyembelih sapi sebagai sebuah persembahan.

Perjalanan berlanjut ke rumah betang Kedungkang milik Dayak Iban. Pengunjung akan terlebih dahulu dikenalkan dengan pohon buah bunut, yang bisa dimanfaatkan untuk obat, sabun hingga pewarna alami. Rumah betang Kedungkang menjadi Rumah bagi suku Dayak Iban. Terletak di wilayah perbukitan dan berbatasan langsung dengan Danau Sentarum. Berjarak sekitar 123 km dari pusat Kota Putussibau, Rumah ini terletak di Desa Sepandan, Batang Lupar, Kapuas Hulu. 

Saat memasuki rumah betang Kedungkang, pengunjung akan disambut oleh orang-orang yang tinggal di sana. Musik khas akan mengalun, menemani pengunjung laman ini untuk ikut mendengarkan keriaan yang ada saat penyambutan. Berbeda dengan Betang Semangkok, Betang Kedungkang memiliki Tanjuk atau selasar tak beratap sebagai daerah untuk berbagai aktivitas, seperti menjemur hasil bumi hingga bermain. 

Rumah ini dihuni oleh kurang lebih 39 keluarga, yang bertaut dan berkumpul di area yang disebut ruai. Ruai sendiri menjadi tempat beraktivitas dan menyimpan beras. Layaknya Betang pada umumnya, setiap keluarga akan memiliki bilik sebagai ruang kecil untuk masing-masing keluarga, baik untuk menyimpan barang ataupun melakukan aktivitas seperti menenun yang menjadi pekerjaan utama bagi kebanyakan perempuan di rumah ini.

Tak jauh dari Betang Kedungkang, ada Bukit Ilalang atau yang biasanya dikenal dengan nama Bukit Kedungkang. Dari puncak bukit ini, pengunjung dapat melihat bahwa Betang Kedungkang dikelilingi oleh hutan rimba dan danau Sentarum. Kemudian, pengunjung diajak ke rumah apung dekat Danau Sentarum. Keadaan di daerah rumah apung ini memperlihatkan bahwa masyarakat di sekitar Betang Kedungkang juga memiliki SDA dari perairan. 

Danau Sentarum yang saat ini telah menjadi taman nasional memiliki banyak komoditas yang dapat diandalkan oleh masyarakat. Ditambah dengan potensi Danau sebagai tempat pariwisata, menjadikan Kedungkang sebagai daerah yang dikelilingi sumber daya yang dapat menunjang perekonomian warga setempat.

Sehabis dari Kedungkang, pengunjung pun sampai ke Banua Tanga. Di sini, rumah betangnya diberi nama Sao Langke Dai Bolong Pambean yang sudah berdiri sejak 1864. Rumah ini terletak di tepi anak sungai Apalin, Dusun Banua Tanga Hilir, yang berjarak sekitar 51 km dari Kota Putussibau. Di depan rumah betang ini, pengunjung akan melihat sebuah meriam peninggalan zaman nenek moyang.

Masuk ke bagian rumah betang, pengunjung akan disambut oleh suku Dayak Tamambaloh, dengan upacara Menyialo Tamoe. Penyambut akan mengenakan pakaian adat serta manik-manik khas, dengan menabuh beberapa alat musik sembari menyanyi. Beras kuning dilontarkan, beberapa hasil bumi seperti tuak pun disajikan untuk menyambut pengunjung. 

Meskipun hanya berbasis laman website dan tampilan VR, pengunjung tetap dapat menikmati tabuhan dan nyanyian penyambutan yang diperdengarkan oleh Merapah Banua.

Setelah penyambutan, pengunjung akan masuk ke Tanga Sao, atau selasar tempat setiap orang berkumpul. Kayu ulin menjadi pilar utama yang menopang rumah yang berumur kurang lebih 2 abad ini. Di tahun 1940 dan 2005, Betang Sao Langke Dai Bolong Pambean direnovasi, dan di tahun 2009 berhasil diresmikan menjadi salah satu situs bangunan cagar budaya.

Merentang sepanjang 137 meter rumah ini dihuni oleh 29 KK dengan 42 bilik. Dayak Tamambaloh mempunyai sosok penutur dengan bahasa Tamambaloh Apalin Tua, yang syairnya berisikan cerita, harapan, permohonan dan doa. Pengunjung dapat mendengarkan secara langsung salah satu contoh syair yang dituturkan lewat laman ini. 

Di bagian bawah rumah betang, terdapat panggilingan tebu atau penggilingan tebu yang secara tidak langsung menunjukkan bahwa tebu menjadi salah satu komoditas andalan masyarakat Dayak Tamambaloh. Selain tebu, masyarakat juga membudidayakan padi pulut dan daun kratom. 

Terakhir, pengunjung akan melihat pohon tengkawang, yang biasanya disenandungkan sebagai pohon kehidupan karena banyak manfaatnya. Barang yang dapat diolah adalah buahnya, yang dapat dijadikan minyak atau margarin untuk memasak ataupun obat. 

Di tengah laju perkembangan zaman, suara-suara dari hulu masih bersenandung, mengalun lewat layar dan teknologi. Pameran realitas virtual ini menjadi bukti bahwa teknologi tak seharusnya menjauhkan kita dari adat dan budaya, tetapi juga bisa menjadi jembatan yang memperkenalkan antara masyarakat dan budaya. 

Tak semua dari kita bisa menjejak tanah Kapuas Hulu secara langsung. Tapi lewat laman yang dibuat oleh Merapah Banua, kita tetap bisa menyusuri lorong-lorong rumah betang dan mendengar nyanyian dan cerita dari masyarakat suku Dayak Kapuas Hulu. 

Laman ini bukan pengganti realitas, melainkan gerbang awal untuk pengenalan sekaligus pelestarian budaya yang kini hampir terlupakan. Klik di sini untuk ikut menyaksikan. (*)

Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!




Top