Cerita Kota

Merekam Bala Dingan Kalimantan di Art Borneo 2025

25 Juni 2025

133 views

Kontributor :
Mia Islamidewi
@miaislmdw
Kontributor :
Mia Islamidewi
@miaislmdw

CERITA KOTA | Kalimantan tak habis akan keindahan, dari alam sampai kebudayaan. Tanahnya menghidupkan tiga negara. Dari sana lahir kumpulan yang kemudian berkoneksi. Maka dalam satu ruang pameran, dihidupkan ragam rupanya dalam ART BORNEO 2025. Pameran seni rupa ini resmi dibuka pada Jumat (20/6/2025) Juni di Gedung Dekranasda Kalimantan Barat. 

ART BORNEO mengusung tema utama “Bala Dingan”, sebuah istilah dari bahasa Dayak Bidayuh, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Kata bala berarti sekelompok atau kumpulan, sedangkan dingan berarti teman atau sekawanan. Bila dirajut, Bala Dingan berbuah makna sekumpulan kerabat atau pelaku seni yang saling terkoneksi untuk merajut sebuah pameran lintas batas, menjadi pertemuan para seniman dari tiga negara serumpun: Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Sebanyak 32 seniman dari tiga negara serumpun hadir membawakan karyanya. Proses kurasi dilakukan oleh tiga tokoh dari masing-masing negara, yakni M. Faozi Yunanda (Indonesia), Catriona Maddock (Malaysia), dan Elroy Rahmantan (Brunei Darussalam). Kehadiran mereka tidak hanya menghidupkan ruang pameran, tetapi juga membuka jalur dialog tentang isu-isu lintas budaya dan ekologi.

Membawa subtema Rhizome dan Interkoneksi, ART BORNEO 2025 menyoroti pentingnya keterhubungan yang tidak linier. Seperti akar rhizome yang tumbuh menyebar tanpa pusat, praktik seni dan kehidupan sosial-ekologis, khususnya di Borneo, juga berkembang lewat jaringan yang saling menyokong, bukan lewat struktur hierarki.

Para seniman yang terlibat diajak merefleksikan isu konsumsi ekologi non-utilitarian. Pendekatan ini menolak cara pandang terhadap alam sebagai objek eksploitasi. Sebaliknya, karya-karya yang disajikan mengangkat relasi antar makhluk hidup, keberlangsungan ekosistem, dan nilai empati lintas spesies.

Kurator Indonesia, M. Faozi Yunanda, menyatakan bahwa pameran ini menggambarkan cara baru dalam melihat relasi budaya dan ekologi. 

“Pameran ini menjadi semacam rhizome. Akar yang menyebar tanpa hierarki. Menggambarkan bagaimana koneksi budaya, ekologis, dan spiritual di kawasan Borneo terbentuk dan terus tumbuh bersama,” ujarnya.

ART BORNEO 2025 berlangsung hingga 28 Juni 2025 dan terbuka untuk umum setiap hari pukul 10.00 hingga 21.30 WIB. Selain pameran seni, pengunjung juga dapat mengikuti diskusi, pertunjukan budaya, dan lokakarya yang melibatkan berbagai komunitas dari wilayah Borneo. 

Salah satu karya yang paling menyita perhatian pengunjung datang dari seniman asal Indonesia, Pieter Andas Parinatha atau yang lebih dikenal sebagai Andas Kacamata. Instalasi videonya berjudul I Am What You Wear, I Am What I Am menghadirkan pengalaman yang interaktif sekaligus reflektif. 

Pengunjung bisa duduk di depan kamera, lalu wajah mereka akan muncul di enam unit televisi tabung (CRT) dengan tampilan visual khas, ada garis-garis scanline dan warna pudar yang memberi kesan retro. Instalasi ini bukan hanya menarik untuk diabadikan lewat kamera ponsel, tapi juga menyimpan pesan yang dalam soal identitas.

Melalui perpaduan media analog, kamera sebagai kepala dan ragam manekin sebagai representasi tubuh manusia, Andas menyampaikan bagaimana pakaian dan media membentuk persepsi diri. Memperlihatkan bagaimana identitas kita terbentuk oleh apa yang kita kenakan dan bagaimana kita dilihat. 

Karya ini menyodorkan pertanyaan penting: siapa kita tanpa baju yang kita pilih, tanpa lensa yang diarahkan ke wajah kita? Di tengah gempuran visual digital, instalasi ini mengajak pengunjung untuk berhenti sejenak dan menatap kembali cermin identitas sosial-budaya mereka.

Bukan sekadar ajang menampilkan karya, ART BORNEO jadi ruang pertemuan untuk membangun kembali kebersamaan. Di tengah dunia yang kian terasa individual dan membentuk batas-batas, Bala Dingan mengingatkan bahwa ada kekuatan dalam berjalan bersama. Lewat seni rupa, koneksi antar jiran pun dirajut kembali. Bukan hanya antar seniman, tapi juga antar manusia dan alam yang sama-sama perlu dijaga.

Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!




Top