Cerita Kota

Jalan ke Gang, Jalin Lekang

18 Juli 2023

230 views

Kontributor :
Gema Mahardika
@gemmahardhika
Kontributor :
Gema Mahardika
@gemmahardhika

Peserta komunitas Jalan Kaki Pontianak saat mengunjungi gang-gang di Kawasan Jalan Suprapto, kemarin. (Foto: @arthelery12)

Paviliun Sosial Regu Urban

CERITA KOTA | Welda Khairunnisa (27) dan Anggi Wahyudi (28) adalah dua sejoli yang memprakarsai adanya gerakan Jalan Kaki Pontianak (@jalankaki_pnk). Komunitas ini menyusuri gang-gang di Kota Pontianak bersama 15 orang peserta untuk menikmati suasana perkotaan dari gang kecil.

Pada mulanya adalah komunitas Arsip Gang Indonesia (@gang.gang.an) dari Yogyakarta yang menjadi inspirasi keduanya. Sembari berjalan, peserta juga mendapat stimulan untuk membingkai visual menarik dan diposting di akun Instagram masing-masing.

“Sebelum itu kita pernah melakukannya berdua aja di salah satu gang di daerah Jalan Merdeka dan ternyata seru jalan kaki di gang-gang. Akhirnya, kita buat Jalan Kaki Pontianak,” tutur Wawa–begitu ia hangat disapa–bersama Anggi, seraya bercengkerama dengan peserta di sekitaran Jalan Suprapto, Pontianak Selatan, kemarin.

Anggi (28) dan Wawa (27), sepasang suami dan istri inisiator komunitas Jalan Kaki Pontianak saat menyusuri gang-gang di Kawasan Jalan Suprapto, kemarin. (Foto: Instagram/@arthelery12)

Sudah tiga kawasan yang sebelumnya pernah menjadi tempat singgah komunitas Jalan Kaki Pontianak ini. Pertama kalinya adalah Jalan Karimata sampai Jalan KH Ahmad Dahlan, kemudian Jalan Merdeka sampai Jalan Putri Daranante. Kedua, lanjut Wawa, adalah kawasan Gang Nilam di Jalan Prof Dr Hamka. Terakhir di Jalan Nusa Indah dan kawasan Pasar Tengah serta terbaru di Jalan Suprapto.

Menurut Wawa dan Anggi, pemilihan lokasi juga melalui berbagai pertimbangan. Terutama soal keamanan. Artinya, saat berkegiatan, peserta yang datang tidak mengganggu aktivitas warga sekitar dan pengguna kendaraan motor. Selain berjalan kaki, peserta juga dapat saling berkenalan dari kegiatan tersebut. Tak hanya kepada sesama peserta, mereka biasanya turut berinteraksi dengan warga sekitar.

“Selama berjalan kaki kita melakukan take foto atau video. Kami tidak bisa membatasi, makanya kami perlu memastikan keamanan lokasi. Kira-kira mengganggu aktivitas pengguna kendaraan atau warga sekitar,” jelas kedua pasang suami dan istri tersebut.

Proses pemilihan peserta dilakukan secara singkat dengan sistem open slot. 15 orang tercepat otomatis akan dipilih untuk ikut di kegiatan selanjutnya. Cara ini mengundang pertanyaan: kenapa dibatasi?

Jawabannya sederhana: demi keamanan bersama. Begitu yang disampaikan Wawa dan Anggi. Mereka sepakat, jumlah yang terlalu banyak akan menimbulkan risiko. Belum lagi keduanya harus menghafal nama dan wajah dari peserta di waktu yang singkat. Selama empat kali total menggelar kegiatan, selalu terjadi rotasi peserta. 

“Kebanyakan peserta tidak kami kenal. Kemudian jadi kenal karena agenda ini. Meski ada beberapa orang yang dikenal. Setelah jalan kaki, kami biasanya istirahat buat sharing session ngobrolin proses kegiatan yang baru dilewati,” sambungnya.

Kedepannya, Jalan Kaki Pontianak mungkin akan menambah jumlah peserta dan juga mencari ruang-ruang baru untuk dikunjungi bersama di Kota Pontianak. Tujuannya untuk mengenalkan budaya jalan kaki dan percaya diri supaya menikmati hal sederhana di kota sendiri.

“Mungkin dengan adanya jalan kaki membuat orang-orang terbiasa jalan kaki, bisa merasakan nyamannya. Dan warga sekitar tidak menganggap itu aneh,” tukas Wawa dan Anggi.

Salah satu peserta kegiatan Jalan Kaki Pontianak, Ayu Prissa Kartika turut membagikan pengalamannya saat ikut berjalan kaki di kawasan Jalan Suprapto, kemarin. Ia merasa senang atas adanya kegiatan tersebut, terlebih karena dirinya sendiri memang terbiasa untuk jalan kaki keliling Kota Pontianak.

Ayu (kedua dari kiri) saat beristirahat setelah melakukan kegiatan bersama komunitas Jalan Kaki Pontianak di Kawasan Jalan Suprapto, kemarin. (Foto: @@arthelery12)

Menurut Ayu, pengalaman berjalan kaki dengan komunitas tersebut sangat berbeda dari berjalan kaki biasa. Nostalgia ke zaman anak-anak yang sering berkeliling dari gang ke gang, kali ini bedanya dilakukan sambil berkarya dan mengasah soft skill individu.

“Menyenangkan sekali karena memiliki gaya yang khas. Di Jalan Kaki Pontianak kita pergi tanpa ekspektasi apapun. Setiap orang akhirnya pulang dengan kepuasan masing-masing. Kemarin saya melihat teman-teman dari fotografi, memang sukanya hunting. Terus ada dari bidang seni tertentu, atau juga arsitek, mereka ingin melihat bangunan di Pontianak,” ucapnya.

Terakhir, yang menambah kesan positif buat Ayu adalah kejutan menerima link foto dokumentasi kegiatan dari teman-teman fotografi. Ia merasa keakraban dalam berjalan kaki menjadi abadi dalam sebuah bingkai visual digital.

“Jadi kenangan atau bahan untuk konten,” tutupnya. (*)




Top