Kue Bulan, Simbol Kehangatan di Festival Lunar
CERITA KOTA | Masyarakat selalu mengenal Oktober dengan masa peralihan musim. Di Indonesia, Oktober dikenal sebagai bulan peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan. Sedangkan bagi bumi belahan lain yang memiliki empat musim, sekarang adalah saat daun-daun menguning dan berguguran. Ketika mendekati penghujung tahun, bumi mulai mendingin, dan kita mulai mendengar munculnya beragam festival. Tak terkecuali Festival Lunar, atau Zhong Qiu Jie yang biasa dikenal dengan Festival Musim Gugur. Festival ini diadakan pada tanggal 15 bulan kedelapan dari kalender lunar. Festival ini sudah menjadi tradisi masyarakat tiongkok sejak 3000 tahun yang lalu, sebagai bentuk perayaan atas berkah alam yang mereka terima. Salah satu ikon dari perayaan ini adalah Kue Bulan atau mooncake. Asal muasal kata bulan pada namanya diambil dari dewi bulan, Chang e, yang konon katanya terbiasa membuat kue seperti ini semasa hidupnya. Hal ini menjadikan festival musim gugur erat kaitannya dengan kisah romantis Hou Yi dan Chang e. Di China sendiri, kue bulan memiliki enam versi yang berbeda sesuai dengan daerahnya. Keenam versi yang dimaksud yakni versi Kanton, Beijing, Suzhou, Yunnan, Chaosan, dan Hong Kong. Bagian luar dari kue ini terbuat dari tepung terigu, dengan olesan telur. Sedangkan bagian dalam biasanya diisi dengan kacang merah ataupun biji teratai yang dihaluskan dengan gula, mentega dan santan. Perbedaan versi ini menghasilkan berbagai bentuk kue bulan serta munculnya rasa-rasa baru seperti coklat, keju, teh hijau hingga daging yang memperluas jangkauan rasa dari kue manis ini. Masing-masing pilihan rasa mencerminkan keragaman dan kreativitas masyarakat Tionghoa. Di Pontianak, kue bulan biasanya disebut dengan nama La Pia, yang berbentuk seperti bak pia namun dalam ukuran yang lebih besar dan bundar menyerupai bulan. Selain versi ini, di Pontianak juga ada kue bulan versi Kanton, yang di bagian atasnya dibuat seperti ukiran yang terkadang berbentuk karakter mandarin yang bermakna panjang umur, keberuntungan atau keharmonisan. Selain penyajian kue bulan, perayaan festival musim gugur juga dihiasi dengan penyalaan lampion serta nyanyian dan puisi sebagai hiburan. Momen seperti ini menjadi salah satu hal yang mengeratkan hubungan antar anggota keluarga maupun kolega. Sambil bertukar doa dan rasa syukur, festival ini juga menjadi pengingat akan rasa kebersamaan dan terima kasih atas berkah yang diterima sepanjang tahun. (*) Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!
|