Cerita Kota

Surat Cinta untuk Pontianak: Bernostalgia dengan Sejarah - Bag II

25 Oktober 2024

335 views

Kontributor :
Adityo D. Sudagung
@soedagoeng32
Kontributor :
Adityo D. Sudagung
@soedagoeng32

Pelajaran ketiga yang dapat diambil dari pengamatan dan pengalaman selama berada di Wina, Istanbul dan Passau adalah merasakan nostalgia sejarah saat berkeliling. Pengunjung dan warga setempat diajak untuk mengenang sejarah melalui karya-karya bersejarah yang masih tersisa dan berfungsi serta kisah-kisah yang diceritakan.

Misalnya di Wina, beragam kisah sejarah ratusan tahun telah dikumpulkan. Mereka memiliki bangunan-bangunan dan situs-situs bersejarah yang masih berdiri di beberapa bagian kota, mulai dari Istana Hofburg dan Schönbrunn bekas milik Dinasti Habsbrug, Museum Nasional, Gedung Parlemen, University of Vienna yang didirikan sejak 1365, Gereja Katedral St. Stephen, Kebun Binatang Schönbrunn, air mancur Yunus-Emre persembahan dari Turki untuk Austria di Türkenschanzpark, patung-patung tokoh terkenal seperti Maria Theresa, Franz Joseph, Mozart, Goethe, Beethoven, Johann Strauss, dan lainnya serta beberapa gedung yang dijadikan monumen hidup karena merupakan tempat kelahiran tokoh-tokoh tertentu.

Demikian pula dengan Passau sebagai bagian dari Kerajaan Bavaria, ia juga memiliki peranan penting di Selatan Jerman sebagai pusat produksi pisau dan pedang serta perdagangan garam dengan berbagai bangunan-bangunan bersejarah, seperti istana-istana, gereja katedral, dan pasar lama di tengah kota. 

Di Istanbul peninggalan sejarah berupa masjid-masjid besar dan bangunan bersejarah, seperti Hagia Sophia, Masjid Sultan Ahmed (Masjid Biru), dan Masjid Fatih, meninggalkan kesan yang sangat indah dan menghadirkan nuansa nostalgia akan kemajuan sebuah peradaban di masa lampau. Kisah penaklukan Kostantinopel dan perkembangan peradaban setelahnya juga menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Istanbul.

Tidak hanya itu, warga setempat juga menjadikan bangunan dan areal bersejarah sebagai area rekreasi karena biasanya sudah dilengkapi dengan area perbelanjaan yang lebih modern tanpa mengubah bentuk asli dari kawasan tersebut. 

Selain itu, belajar dari ketiga kota tersebut, informasi tentang peninggalan bersejarah juga banyak disediakan di tiap objek wisata, misalnya di depan areal Grand Bazaar Istanbul, Gereja Katedral St. Stephen Wina dan Alun-alun Kota Passau. Tidak hanya informasi di tempat wisata, informasi di laman daring atau ulasan di Google Maps juga sudah banyak tersedia membantu para pengunjung untuk tahu lebih banyak soal objek wisata yang dikunjungi.

Pontianak yang kini berusia 253 tahun tentu memiliki banyak kisah dan objek bersejarahnya tersendiri sejak kisah pendirian kota yang dimulai dari ekspedisi Syarif Abdurrahman Alkadrie di tahun 1771 hingga perkembangan di abad ke-21. Pontianak tidak terlepas dari sejarah panjang sebagai kota utama di Kalbar di era kolonial Belanda sejak era 1770an hingga 1943. Kemudian dengan masuknya Jepang di Kalimantan Barat sejak 1943-1945, Pontianak menjadi salah satu kota penting di era Jepang dan juga menjadi sebab terjadinya Tragedi Mandor pada tahun 1943-1944. 

Pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949, Pontianak pernah menjadi pusat dari Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) yang tergabung dalam Bijeenkomst voor Federaal Overleg atau BFO (sebuah badan perkumpulan negara federasi yang didirikan oleh Belanda) dan merupakan bagian setara bersama Republik Indonesia Serikat akibat beberapa perjanjian yang disepakati oleh Indonesia dan Belanda. Baru kemudian bergabung ke Republik Indonesia sejak akhir 1949 menjadi ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. 

Peristiwa-peristiwa bersejarah lainya pasca bergabungnya Pontianak ke Indonesia juga dapat menjadi bahan diskusi dan informasi yang bisa diceritakan dan dikenalkan kepada masyarakat, seperti era Konfrontasi di 1963-65, tragedi 1965 dan peristiwa-peristiwa setelahnya terkait komunisme di Pontianak atau Kalimantan Barat, pembangunan Kota Pontianak di era Soeharto, konflik etnis di awal tahun 2000an, periode setelahnya yang menandari integrasi masyarakat multietnis yang lebih baik, sejarah desentralisasi dan pilkada langsung, dan tidak menutup kemungkinan menghadirkan sejarah COVID-19 dan penanggulangannya.

Selain sejarah kota, Pontianak memiliki beberapa tokoh penting mulai dari Sultan pertama Pontianak yang mendirikan kota dan Sultan Hamid II yang menjadi figur penting dalam sejarah Indonesia dengan menjadi Kepala DIKB, masuk kabinet dan menciptakan Lambang Garuda Pancasila, dan kemudian hari dituduh makar serta hingga sekarang belum mendapatkan pengakuan sebagai pahlawan nasional. Pemerintah juga dapat memetakan kembali tokoh sejarah lain yang berpengaruh dalam perkembangan Pontianak, seperti Dokter Soedarso, Dokter Rubini, Oevang Oeray, 11 Pejuang yang dibuang ke Boven Digul, tokoh lokal di era reformasi hingga era desentralisasi, tokoh-tokoh inspiratif satu dekade terakhir yang pernah dirilis oleh @dept.pemetaanurban, dan sebagainya. 

Pendataan kisah, tokoh, dan objek bersejarah dapat dilakukan dengan menggandeng akademisi serta guru sejarah dan komunitas sejarah dan menyiapkan wadah menyajikannya di keseharian masyarakat.

Setelah pemetaan potensi sejarah Pontianak dilakukan dan didokumentasikan dengan baik, koleksi informasi sejarah tersebut dapat dipampang di sudut-sudut kota. Kisah-kisah sejarah dan para tokoh dapat pula dikemas dengan menandai gedung atau area di mana mereka dulu lahir atau beraktivitas. Begitu juga dengan tempat kejadian peristiwa-peristiwa bersejarah di Pontianak.

Contoh baik seperti papan informasi seputar kota dan wali kota yang ada di Taman A. Yani mungkin dapat lebih diperbanyak di objek-objek wisata lainnya, khususnya informasi mengenai sejarah bangunan, kawasan, jalan, peristiwa, atau orang yang pernah menempati atau lahir di bangunan tersebut. 

Sepengetahuan saya, Pemkot Pontianak dan beberapa peneliti dari Universitas Tanjungpura sudah melakukan studi tentang toponimi nama jalan di Kota Pontianak. Informasi singkat mengenai asal-usul jalan ini juga dapat disajikan di papan nama jalan agar masyarakat dan wisatawan dapat terinformasi sekaligus menjadi media edukasi sejarah. Selain itu, sangat memungkinkan di era teknologi yang maju ini Pemerintah Kota Pontianak merangkul para pengulas Google Maps dan pemengaruh media sosial untuk berkolaborasi menyajikan informasi yang menarik tentang Pontianak.

Selain menyajikan tampilan, Pemkot Pontianak dapat bekerja sama dengan kelompok akademisi serta guru dan komunitas dapat mengadakan diskusi-diskusi rutin di sekolah atau museum atau ruang publik untuk mengenalkan lebih dalam para tokoh dan peristiwa kepada masyarakat. Menurut saya, konsep pendataan hingga edukasi seperti ini dapat menjadi daya tarik tersendiri di Pontianak.

Hal lain yang dapat dilakukan adalah menyiapkan kawasan kota tua (lama) yang menarik untuk dikunjungi. Belajar dari Wina, Passau, dan Istanbul, keberadaan area kota tua menjadi salah satu objek wisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan. Pemerintah Kota Pontianak dapat memperluas kegiatan pendataan tiponomi sebelumnya untuk melakukan kajian pembentukan Kota Tua Pontianak

*bersambung…

Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!


Baca Surat Cinta untuk Pontianak bagian pertama di sini.

Baca Surat Cinta untuk Pontianak bagian ketiga di sini.




Top