Cerita Kota

Harmoni Dayak Desa di Balik Lawang Batang Nek Bindang

21 Oktober 2024

514 views

Kontributor :
Mia Islamidewi
@miaislmdw
Kontributor :
Mia Islamidewi
@miaislmdw

CERITA KOTA | Bagaimana jadinya jika ada banyak keluarga tinggal di satu atap? Tapi ini bukan soal pemukiman padat, namun kekayaan Indonesia dari cabang adat.

Setidaknya ada tiga keluarga yang tinggal di Batang Nek Bindang, rumah adat Dayak Desa di Desa Balai Belungai, Kecamatan Toba, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Mereka menghuni dua lawang, dari total sembilan ruang yang ada di rumah dengan panjang 30 meter dan lebar 17 meter tersebut. 

Batang memiliki arti sama dengan betang. Namun masyarakat Dayak Desa menyebutnya demikian.

Sebelum 2010, penghuninya masih ramai. Namun perlahan mereka pindah, mendirikan rumah-rumah baru di sekitar batang. Akan tetapi di waktu-waktu tertentu, terutama saat upacara adat, mereka kembali datang meski tak menetap.

Lawang yang disebut di atas, adalah area tinggal yang tidak dibatasi oleh dinding masif atau sekat. Hanya ada kayu pembatas pada lantai bangunan, yang menjadi penanda area privat keluarga. 

Hal tersebut memungkinkan interaksi terbuka antarpenghuni. Namun setiap penghuni selalu menuju selasar lebih dulu, jika ingin masuk ke lawang lain. Mereka tak asal menyeberang. 

“Ada etika tak tertulis yang mengatur pola gerak (keleluasaan maupun kesopanan) mereka,” tulis Yoris Mangenda dalam buku Khazanah Arsitektur Dayak (Keberagaman Arsitektur dan Jejak Sejarahnya).

Sebuah cerminan kehidupan komunal yang lekat dengan adat.

Batang Nek Bindang adalah saksi budaya suku Dayak Desa yang tetap bertahan melintasi zaman. Butuh empat jam perjalanan dari Kota Pontianak untuk tiba di sana. Begitu sampai, suasana di sekitar batang akan memberikan ketenangan dan sepotong memori masa lampau, melihat ke akar budaya yang masih tampak hingga kini.

Batang Nek Bindang dibangun bertahap sejak 1960. Semua berawal dari proses perpindahan permukiman beberapa keluarga Dayak Desa dari lokasi yang mereka sebut daerah Sebadang Munti. Jaraknya lima kilometer dari lokasi kini.

Cerita para tetua, di Sebadang Munti, batang mereka memiliki 19 bilik dengan bentuk serupa Batang Nek Bindang. Di lokasi baru, awalnya hanya ada lima lawang. Kemudian bertambah setahun berselang menjadi sembilan lawang. Bangunan ini beberapa kali mengalami perubahan, baik dari biaya mandiri masyarakat maupun pihak luar. 

Akan tetapi perbaikan paling besar dilakukan tahun 2016 melalui Program Revitalisasi Desa Adat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Beberapa komponen diganti, seperti kayu pada lantai, penambahan railing depan, dan dilakukan pengecatan.

Filosofi keterbukaan Dayak Desa di Batang Nek Bindang sejalan dengan semangat gotong-royong yang menjadi jantung kehidupan mereka. Setiap sudut rumah terhubung, menciptakan ruang komunal. Di mana setiap anggota komunitas hidup berdampingan dalam keharmonisan.

Nama Nek Bindang yang disematkan pada batang ini memiliki makna khusus. Konon, nama tersebut diambil dari pohon bindang, jenis pohon yang dulunya banyak dijumpai di lokasi ini.

Tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, Batang Nek Bindang hadir pusat ritual dan upacara adat. Beberapa yang rutin diadakan adalah rangkaian upacara dalam rangka menyambut dan mengakhiri siklus hidup buah-buahan. Dimulai dengan upacara Nyambut Bunga Buah dan diakhir dengan Mulakng Buah

Upacara Nyambut Bunga Buah merupakan upacara yang diadakan ketika bunga-bunga buah baru bermunculan. Digelar untuk menyambut kehidupan baru, agar seluruh tanaman yang diusahakan oleh masyarakat baik itu sayur-sayuran, buah-buahan dan lainnya, dapat tumbuh baik hingga panen tiba.

Sedangkan upacara Mulakng Buah merupakan upacara akhir dari rangkaian upacara siklus hidup buah-buahan. Ritual ini memiliki arti mengembalikan buah. Mulakng dalam bahasa Ba Opai berarti mengembalikan. Sebuah bentuk ungkapan syukur atas hasil panen yang telah diperoleh oleh masyarakat selama satu siklus. 

Ritual-ritual tersebut menegaskan bahwa Batang Nek Bindang bukan sekadar bangunan, tetapi simbol keberlanjutan tradisi Dayak Desa. (*)

Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!




Top