Impact Circle 8.0 AIESEC Untan: Pemuda Pontianak Berdaya, Wujudkan Masa Depan Pendidikan
CERITA KOTA | AIESEC in Untan kembali menegaskan komitmennya terhadap pengembangan kepemimpinan dan kualitas pendidikan di Indonesia melalui penyelenggaraan Impact Circle 8.0 yang digelar di Gedung Konferensi Universitas Tanjungpura. Dengan mengusung tema “Invest in YOURself: Grip Global Limitless Future”, acara ini berhasil menghadirkan ratusan peserta muda dari berbagai latar belakang pendidikan untuk bersama-sama mengeksplorasi isu pendidikan, peran kepemimpinan pemuda, dan pentingnya pemahaman lintas budaya dalam menghadapi masa depan yang semakin kompleks. Rangkaian sambutan dari pihak-pihak yang terlibat pun memperkuat konteks dan arah dari Impact Circle 8.0. “Kami sangat bersyukur Impact Circle akhirnya dapat kembali diselenggarakan setelah dua tahun vakum. Tantangan pendidikan hari ini tidak hanya hadir di ruang kelas, tetapi juga menuntut anak muda untuk mampu merespons perubahan zaman, merancang masa depan mereka, dan memanfaatkan peluang global yang tersedia,” ujar Arrini Gloria Situmorang selaku Ketua Panitia Impact Circle 8.0. Sementara itu, Maria Olga Bapage selaku Local Committee President AIESEC in Untan menegaskan, “Impact Circle adalah bentuk nyata kontribusi AIESEC terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, khususnya SDG ke-4, yaitu Pendidikan Berkualitas.”. Demiro Ragil Syah, Board of Advisor AIESEC in Untan sekaligus pembicara utama, turut menyampaikan pandangannya secara kritis terhadap sistem pendidikan Indonesia. Ia mengingatkan bahwa perubahan dalam sistem bukanlah hal yang harus ditolak mentah-mentah, tetapi justru perlu direspon secara aktif dan konstruktif oleh anak muda sebagai bagian dari oposisi positif. Ia menyoroti bahwa selama ini banyak anak muda yang justru bersikap pasif atau sinis terhadap kebijakan pemerintah tanpa benar-benar memahami konteks dan peluang yang ada di baliknya. Memasuki sesi utama pertama bertajuk “The ROI of Learning: Impact the Future”, peserta dibekali pemahaman mendalam oleh Wisnu Arsa Tanjung, seorang pendidik muda yang telah mengajar di berbagai sekolah dan kini menjadi Master Teacher di Brain Academy by Ruangguru. Arsa membahas filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara dan bagaimana Kurikulum Merdeka serta Merdeka Mengajar memberi ruang pada diferensiasi dan pembelajaran yang lebih bermakna. Ia menekankan bahwa pendidikan tidak hanya sebatas penguasaan akademik, tetapi juga soal bagaimana siswa dilatih berpikir kritis, mandiri, dan adaptif terhadap perubahan zaman. Ia juga membandingkan sistem pendidikan di Indonesia dengan negara-negara seperti Swiss dan Tiongkok, membuka cakrawala peserta mengenai pentingnya sistem yang lebih inklusif dan relevan. Sesi berikutnya membawa peserta masuk ke refleksi yang lebih dalam melalui “Global Grip Challenge: Own the Future”, di mana peserta diminta menyusun Impact Blueprint. Di sini mereka merumuskan rencana aksi pribadi, dari mulai identifikasi tantangan, penyusunan langkah konkret, hingga refleksi tujuan dan dampaknya bagi lingkungan sekitar. Di penghujung sesi ini, beberapa peserta terpilih tampil membagikan rencana aksi mereka secara langsung dalam forum public speaking, salah satunya Shaffa, yang dengan penuh semangat menyuarakan pentingnya pendidikan tinggi bagi perempuan di desa dan mengkritisi norma yang mengekang perempuan hanya sebatas peran domestik. Sesi ini kemudian disambung oleh pemaparan inspiratif dari Andri Septian Cahyadi, seorang partisipan program Global Volunteer AIESEC 2019 yang membagikan pengalamannya menjadi relawan di Tiongkok. Ia bekerja bersama anak-anak berkebutuhan khusus dalam proyek pertanian organik di pegunungan, dan menemukan bahwa ruang belajar tidak hanya berada di kelas, tapi juga di tengah masyarakat. Ia menunjukkan bagaimana pendidikan bisa menjadi alat transformasi sosial ketika dikombinasikan dengan kepedulian, kesetaraan, dan tindakan nyata. Sesi selanjutnya yang tak kalah menggugah adalah “Knowledge to Cross-Cultural Understanding” yang dibawakan kembali oleh Demiro Ragil Syah. Dengan pengalaman panjangnya memimpin AIESEC hingga tingkat nasional dan internasional, Demiro berbagi kisah perjuangannya dari seorang mahasiswa dari daerah rural hingga menjadi Presiden AIESEC di Korea. Ia menekankan bahwa memahami budaya lain adalah kunci untuk membangun kolaborasi lintas batas, dan bahwa setiap pemuda harus berani bermimpi besar dan membayar harga untuk mencapainya. Ia menutup sesi dengan mengajak seluruh peserta menulis surat kepada diri sendiri di masa depan melalui platform FutureMe sebagai bentuk afirmasi diri dan perencanaan jangka panjang. Impact Circle 8.0 pun ditutup dengan penuh rasa syukur dan semangat tinggi. Seluruh rangkaian acara tidak mungkin terselenggara tanpa dukungan luar biasa dari Ruangguru sebagai mitra utama, serta kolaborasi bersama berbagai komunitas seperti Toko Kami, Bening Clinics, CS Three, Pontinesia, Kalbarnews, Radio Volare, Youth for Education, Komunitas Narasi Kalimantan Barat, dan Gen Smart Indonesia. AIESEC in Untan melalui Impact Circle 8.0 telah membuktikan bahwa investasi terbaik bagi masa depan bangsa dimulai dari diri sendiri, melalui pendidikan, keberanian mengambil peran, dan kemauan untuk terus belajar serta berjejaring di tengah dunia yang semakin terkoneksi. Acara ini menjadi titik awal bagi banyak pemuda Pontianak untuk tidak hanya bermimpi, tetapi juga berkontribusi nyata bagi perubahan. (*) *Penulis: Chintya Joan Riby Cantika Dewi (Team Leader of Public & Media Relations)
|
|