Surat Cinta untuk Pontianak: Kehidupan Sungai dan Jenama Kota - Selesai
26 Oktober 2024 |
309 views |
Sungai untuk Wisata dan Transportasi
Pelajaran keempat dari perjalanan saya di Wina, Istanbul dan Passau adalah pemanfaatan sungai untuk wisata dan transportasi. Kota Wina menyediakan jembatan-jembatan yang menghubungkan bagian kotanya yang terpisah dan dilalui oleh Sungai Danube. Selain itu, salah satu kesamaan pemanfaatan sungai yang dapat ditemukan dari Wina dengan Istanbul dan Passau adalah wisata menyusuri selat atau sungai yang disediakan dengan menggunakan kapal-kapal wisata. Wisata menyusuri sungai dari Wina bahkan hingga keluar kota dan luar negeri, salah satunya ke Passau di Jerman. Pola sejenis juga saya temukan di Istanbul yang menyediakan beberapa paket wisata menggunakan kapal wisata menuju beberapa titik menyusuri Selat Bosporus secara komersial atau privat. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, ada juga opsi kapal feri yang disediakan oleh pemerintah dan terkoneksi dengan moda lain, seperti bus, trem, dan kereta bawah tanah. Konektivitas wisata dan transportasi sungai atau selat ini menjadi satu hal yang menarik pula untuk dicontoh di Pontianak. Jika melihat dari kondisi yang ada di Pontianak, sebenarnya tidak mustahil untuk meniru keberhasilan ketiga kota tersebut memaksimalkan potensi sungai atau selat untuk wisata dan transportasi. Tentunya Pontianak juga mestinya bisa melakukan hal itu dengan mengemas potensi yang ada dengan lebih baik dan rapi. Misalnya, keberadaan kapal wisata menyusuri Sungai Kapuas yang diprakarsai oleh Dinas Pariwisata tentu menjadi hal baik yang dapat dimodifikasi berdasarkan pengalaman Istanbul dan juga Wina serta Passau. Upaya ini juga dapat diperluas dengan memberdayakan para penambang1 yang ada di sepanjang Sungai Kapuas dan Landak. Mereka bisa dibekali dengan peralatan keamanan, papan informasi, atau juga dilatih kemampuan bercerita tentang sejarah dan wisata di Pontianak. Tentu saja ditambah dengan mengemas setiap dermaga sampan dengan lebih menarik dan informatif. Belajar dari wisata sungai atau selat di ketiga kota tersebut, Pemerintah Kota juga dapat menambah rute untuk menghubungkan titik-titik yang ada di Kota Pontianak dengan kapal tersebut agar masyarakat dan juga wisatawan dapat lebih mengenal sisi lain kota. Atau juga memperluas jaringannya hingga keluar kota sepanjang Sungai Kapuas sehingga konektivitas wisata antarkota juga dapat terjalin lewat jalur sungai. Tentu hal ini dapat memberikan pengalaman berharga bagi wisatawan yang datang ke Kalimantan Barat dengan berwisata menyusuri sungai layaknya dilakukan di masa lampau sebelum jalur darat terhubung seperti sekarang. Selama menyusuri sungai, wisatawan dan warga kota dapat difasilitasi oleh pemandu wisata tersertifikasi yang mampu menjelaskan sejarah kota, tokoh-tokoh, dan juga objek wisata lain yang menarik di Pontianak atau bahkan Kalimantan Barat. Membangun Penjenamaan Kota Selain keempat pelajaran yang telah saya sampaikan, satu pelajaran utama yang dapat diambil dari Passau adalah penjenamaan kota. Mereka membangun identitas kota dengan kalimat “Passau: Kota di Tiga Sungai”. 
Passau menjadikan Sungai Danube, Inn, dan Ilz yang mengalir dan bertemu di kotanya sebagai kekhasan. Menurut saya penjenamaan ini bisa ditiru mengingat kondisi Pontianak yang juga dilalui oleh persimpangan Sungai Kapuas Besar, Kapuas Kecil, dan Landak. Begitu juga garis Khatulistiwa yang selama ini menjadi ciri khas Pontianak. Beberapa tahun ke belakang juga telah ada sayembara logo Kota Pontianak yang diikuti dengan sayembara logo Hari Jadi Pontianak. Tinggal menguatkan kembali penjenamaan kota, misalnya sebagai kota perpaduan tiga sungai dan laut, berkenekaramagan budaya dan sejarah serta dilintasi Khatulistiwa. Citra Pontianak dapat dikuatkan menjadi “Pontianak: Persimpangan Khatulistiwa, Tiga Sungai, dan Laut serta Berpadukan Sejarah dan Budaya”. Secara lokasi, Pontianak sudah punya satu kekhasan yaitu berada di garis Khatulistiwa. Tentunya ditambah dengan posisi Pontianak sebagai ibu kota provinsi dan kemajuan pembangunan daerah membuatnya juga terkoneksi dengan kota/kabupaten lain. Pontianak menjadi barometer pembangunan di Kalimantan Barat. Di samping itu, Pontianak juga menjadi akses masuk wisatawan dan pendatang ke Kalimantan Barat dari luar pulau dan dekat dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1 yang melintasi Selat Karimata dan Laut Tiongkok Selatan. Pontianak juga terhubung dengan Malaysia dan Brunei Darussalam lewat jalur bus internasional. Selain itu, secara internasional Pontianak juga menjadi salah satu pusat kegiatan mitra negara lain, seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia lewat kegiatan berbasis akademik bersama Universitas Tanjungpura, komunitas masyarakat, kegiatan bisnis, dan kemitraan dengan pemerintah daerah. Belajar dari Istanbul, maka penjenamaan lain yang dapat diunggulkan dari Pontianak adalah kebudayaan. Jika ditelusuri lebih lanjut dari kisah Istanbul, perpaduan kekayaan budaya dan sejarah karena terletak di Asia dan Eropa menjadi kekhususan. Istanbul tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh kebudayaan era Kekaisaran Bizantium dan dilanjutkan oleh Kerajaan Utsmaniyah. 
Percampuran budaya yang berujung pada kekayaan arsitektur dan karya seni menjadi kekhasan. Sangat mudah menemui keberagamaan perayaan budaya di Istanbul karena beragamnya masyarakat dari berbeda daerah berkumpul di Istanbul. Berdatangannya masyarakat dari luar daerah juga membawa pengaruh pada keanekaragamaan cita rasa kulinernya, contohnya keragaman menu makanan laut dan menu unik ala Timur Eropa, Mediterianian, dan Timur Tengah menjadi daya tarik tersendiri di Istanbul. Tentu saja hal ini mirip dengan yang dimiliki oleh Pontianak. Kota ini sangat kaya akan budaya dan kuliner yang dihasilkan dari perpaduan kelompok etnis yang ada di Pontianak dan juga Kalbar. Sejarah migrasi dan perpaduan etnis sejak awal pendirian kota 200 tahun silam menjadi salah satu keunggulan yang ada di Pontianak. Di era Indonesia modern juga, Pontianak merupakan salah satu tujuan transmigrasi dari luar pulau menuju daerah-daerah lain di Kalimantan Barat. Hasilnya tentu saja saat ini masyarakat Pontianak biasa melihat perayaan budaya atau bahkan agama yang berbeda, contohnya perayaan Idulfitri, takbiran keliling, Festival Melayu Kalbar, Festival Meriam Karbit, perayaan Natal dan tahun baru, dan Gawai Dayak serta Festival Bakcang, Imlek, dan Cap Go Meh. Selain itu, Pontianak sangat terkenal dengan aneka makanan yang beragam dan rasanya enak mewakili keberagaam etnis yang ada, mulai dari masakan Melayu, Tionghoa, Dayak, Jawa, Bugis, Sunda, Madura, dan sebagainya. Makanan Pontianak yang dibawa ke beberapa kota di Jawa juga laris dan terkenal, mulai dari bingke, kwetiau, chai kue, che hun tiau, dan pisang goreng srikaya. Beberapa naravlog makanan skala nasional juga mulai tertarik dan mempromosikan makanan di Pontianak. Tidak hanya itu, Pontianak juga terkenal dengan budaya minum kopi dengan beberapa warung kopi legendaris. Asiang tentu jadi salah satu yang selalu dikunjungi tokoh-tokoh nasional atau artis yang berkunjung ke Pontianak. Bahkan pada tahun 2011 Pemkot Pontianak menjadikan Jalan Gajah Mada sebagai kawasan coffee street. Berkaca pada usulan konsep penyajian sejarah kolaboratif di tengah keseharian masyarakat, papan informasi yang dipajang di sudut-sudut kota seputar makanan khas dan budaya yang ada di Pontianak juga dapat menjadi alternatif. Tema tersebut juga dapat dijadikan bahan diskusi rutin untuk mengedukasi masyarakat dan pelajar. Mempersiapkan Bahasa Inggris untuk Berkomunikasi Salah satu hal penting yang juga perlu disiapkan agar Pontianak mendunia adalah penggunaan Bahasa Inggris. Pemerintah Kota dan warga Pontianak juga dapat menyiapkan informasi sejarah dan budaya dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Selain itu, perlu juga mempersiapkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris agar dapat berkomunikasi secara baik dengan wisatawan mancanegara atau pendatang dari luar negeri. Setidaknya Bahasa Inggris dapat digunakan untuk menghubungkan warga Pontianak dengan warga dunia dari mana pun mereka berasal. Namun, berkaca dari pengalaman Wina, Passau, dan Istanbul yang merupakan kota internasional, komunikasi dengan warga setempat dalam bahasa Inggris tidak benar-benar masif dapat dilakukan. Hal ini menjadi kesulitan tersendiri dalam komunikasi dengan warga setempat. Bahkan pada beberapa kesempatan, menguasai bahasa setempat (Bahasa Jerman di Wina dan Passau; Bahasa Turki di Istanbul) malah lebih menguntungkan. Tetapi, setidaknya informasi dalam bahasa Inggris mudah ditemukan. Terdapat satu hal yang menarik dari kebijakan di sekolah-sekolah dasar Kota Wina, yaitu para siswa diajarkan beberapa bahasa kelompok mayoritas lainnya, seperti Turki, Serbia, Kroasia, Slavik, dan Arab. Pemerintahnya menyiapkan warganya untuk berintegrasi tidak hanya dengan budaya dan bahasa asli setempat, tapi dengan warga keturunan pendatang yang telah menetap dan bertumbuh di Austria. Proses komunikasi antarwarga dimulai dari menguasai bahasa menjadi hal yang menarik. 
Pontianak Mendunia Pontianak sudah di jalan yang benar untuk mendunia dengan beragam pengalaman Pemerintah Kota dan masyarakatnya di kancah nasional dan internasional. Tidak hanya itu, Pontianak juga memiliki kilas balik sejarah yang dinamis sejak tahun 1771 yang dipengaruhi oleh beragam peristiwa dan aktor hubungan internasional. Berbagai potensi sejarah, alam, dan budaya yang ada tentunya dapat membuat Pontianak menatap dunia dengan lebih optimis dan percaya diri dengan menjadi salah satu destinasi kunjungan di dunia. Momentum pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Timur Pulau Kalimantan juga dapat dijadikan kesempatan memperkenalkan Pontianak lebih baik kepada mitra sahabat Indonesia. Mari lantangkan bahwa di sisi Barat IKN Nusantara terdapat Pontianak, Kota Khatulistiwa yang bertabur kisah sejarah, keragaman budaya, keindahan alam, dan cita rasa kuliner yang luar biasa! (*) Ikuti terus cerita Pontinesia, dari Pontianak makin tahu Indonesia!
[1] Pengayuh sampan.
Baca Surat Cinta untuk Pontianak bagian kedua di sini. Baca Surat Cinta untuk Pontianak bagian pertama di sini.
|